LGBT MEREBAK
SYARI’AH BERTINDAK
Allah swt. merupakan Tuhan Semesta Alam
yang menciptakan alam semesta, manusia dan kehidupan. Allah menciptakan manusia
secara sempurna dengan menganugerahkan potensi hidup berupa naluri dan akal.
Sehingga pada hakikatnya, kehidupan manusia di muka bumi ini tidak terlepas
dari kebutuhan jasmani (hajatul udwiyah)
dan naluri (gharizah). Secara
alamiahnya potensi manusia berupa naluri terbagi menjadi tiga bagian yaitu
naluri tadayyun (mensucikan sesuatu),
naluri baqa (mempertahankan diri) dan
naluri nau’ (berkasih sayang).
Dalam hal berkasih sayang atau gharizah nau’, merupakan salah satu
naluri yang selalu melekat dan tidak terpisahkan pada diri manusia. Namun
kebanyakan manusia, tidak dapat menyalurkan naluri berkasih sayang tersebut
secara benar dan tepat. Banyak di kalangan para remaja yang menyalurkan naluri
nau dengan mencintai lawan jenis, sesama jenis dan mencintai makhluk lainnya. Penyaluran
tersebut banyak dilakukan melalui pacaran dan bahkan baru-baru ini marak melalui
LGBT (Lesby, Gay, Biseksual dan Transgender). Padahal, Allah menciptakan
potensi naluri tersebut dibarengi dengan potensi akal agar manusia dapat
memilih dan mengatur penyaluran nalurinya secara benar dan tepat.
Virus LGBT (Lesby, Gay, Biseksual dan
Transgender) merupakan bentuk penyaluran naluri nau/berkasih sayang yang
menyimpang. Sebenarnya virus LGBT tersebut merupakan makar barat atau program
barat untuk menghancurkan kaum muslimin, bahkan barat atau asing sengaja
menggelontorkan dana untuk mendukung LGBT ini agar mendunia, seperti PBB yang
disebut-sebut sebagai organisasi keamanan dunia tetapi sangat berperan dalam
mengembangkan virus LGBT ini. Selain itu, banyak organisasi asing lainnya yang
berperan dalam merebaknya LGBT, disebutkan bahwa “Badan PBB United Nations Development Programme (UNDP)
menganggarkan 8 juta AS (sekitar Rp 108 miliar) untuk mendukung komunitas
lesby, gay, biseksual dan transgender (Jakarta: republika.co.id). LGBT
sengaja disusupi ke negara-negara Islam
termasuk Indonesia agar virus ini menyebar dan mendarah daging di Indonesia.
LGBT ini sejalan dengan program Barat
yakni untuk menurunkan populasi manusia khususnya kaum muslimin atau biasa
disebut depopulasi. Dengan membiarkan
virus ini menyebar dan bahkan terdapat dalang di balik merebaknya virus LGBT
ini membuktikan bahwa sistem kehidupan saat ini tidak mampu menjaga keutuhan
dan kemurnian potensi manusia dari setiap lini, membiarkan dan melegalkan LGBT
berkembang sehingga akan merusak tatanan masyarakat. Apalagi yang lebih
menghawatirkan virus tersebut sudah masuk ke lembaga pendidikan formal seperti
universitas-universitas di Indonesia. Bahkan, universitas tersebut
memfasilitasi mahasiswa untuk menyalurkan naluri nau’ melalui LGBT. Menurut
Ilmi Amalia seorang ahli psikologi menyebutkan
“Banyak riset LGBT masuk dalam lingkungan kampus”. Ini merupakan hal yang jelas-jelas
salah dan akan menodai citra pendidikan Indonesia, lebih dari itu akan
menghancurkan kualitas generasi penerus bangsa.
Program depopulasi Barat melalui LGBT
akan berdampak pada minimnya atau menurunnya generasi muslim. Dengan melegalkan
pernikahan sejenis maka tidak akan ada kelahiran sehingga akan terjadi
penurunan populasi dengan kata lain akan memangkas generasi kaum muslim. Maka,
program ini secara tidak langsung akan menghancurkan elemen dan tatanan
keluarga yang seharusnya tujuan dari berumah tangga adalah memperbanyak
keturunan sebagai generasi muslim penerus bangsa yang cemerlang.
Azab
Allah SWT terhadap Pelaku LGBT
Fenomena
berkasih sayang terhadap sesama jenis (LGBT) sebenarnya sudah ada ketika zaman
nabi Luth a.s. Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran:


“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth
(kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini
adalah kaum yang melampaui batas.”
(TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)
Dalam sebuah hadist pun dikatakan,
Rasulullah saw bersabda:
“Janganlah
seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita
melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut
dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut
dengan wanita lain” (HR. Imam Muslim, At-Tirmidzi dan Abu Daud)
Berdasarkan hadist nabi di atas menunjukkan bahwa Islam melarang
interaksi sesama jenis yang dapat menimbulkan atau mendekati terhadap fenomena
LGBT. Allah pun sangat murka terhadap para pelaku LGBT, hal ini ditunjukkan bagaimana Allah
swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan azab yang
sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri
hujanan batu yang menghanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam surat
Al-Hijr ayat 74:

“Maka kami jadikan bagian atas kota
itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”
Pandangan
Islam
Allah swt. tidak semata-mata
menciptakan manusia beserta nalurinya tanpa seperangkat aturannya. Maka Islam
memandang naluri berkasih sayang merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada
manusia yang harus disalurkan dengan tepat dan benar sesuai dengan apa yang
diperintahkan-Nya. Dalam Islam, penyaluran naluri berkasih sayang bertujuan
untuk memiliki keturunan sebagai generasi muslim yang dapat dilakukan dengan
mencintai lawan jenis dengan cara menikah. Sehingga tidak dibenarkan apabila
penyaluran naluri berkasih sayang dilakukan dengan mencintai sesama jenis.
Dalam Islam, kasus LGBT dapat ditangani
dengan menerapkan sistem uqubat atau sistem persanksian dalam Islam. Sistem
persanksian tersebut di bagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
1. Hudûd
Hudûd adalah sanksi atas kemaksiatan yang
macam kasus dan sanksinya telah ditetapkan oleh syariah. Dalam kasus hudûd
tidak diterima adanya pengampunan atau abolisi. Sebab, hudûd
adalah hak Allah Swt. Jika kasus hudûd telah disampaikan di
majelis pengadilan, kasus itu tidak bisa dibatalkan karena adanya pengampunan
atau kompromi.
Hudûd dibagi menjadi enam: (1)
zina dan liwâth (homoseksual dan lesbian); (2) al-qadzaf (menuduh
zina orang lain); (3) minum khamr; (4) pencurian; (5) murtad; (6) hirâbah
atau bughât.
2. Jinâyât
Jinâyât adalah penyerangan terhadap
manusia. Jinâyât dibagi dua: (1) penyerangan terhadap jiwa (pembunuhan);
(2) penyerangan terhadap organ tubuh.
3. Ta‘zîr
Ta‘zîr adalah sanksi atas kemaksiatan yang
di dalamnya tidak had dan kafarah. Pada dasarnya, sanksi ta‘zîr
ditetapkan berdasarkan pendapat seorang qâdhi dengan mempertimbangkan
kasus, pelaku, politik, dan sebagainya. Di dalam buku ini, Dr. Abdurrahman
al-Maliki mengelompokkan kasus ta‘zîr menjadi tujuh: (1) pelanggaran
terhadap kehormatan; (2) penyerangan terhadap nama baik; (3) tindak yang bisa
merusak akal; (4) penyerangan terhadap harta milik orang lain; (4) ganggungan
terhadap keamanan atau privacy; (5) mengancam keamanan Negara; (6)
kasus-kasus yang berkenaan dengan agama; (7) kasus-kasus ta‘zîr lainnya.
4. Mukhâlafât
Dr. Abdurrahman al-Maliki memisahkan
kasus mukhâlafât dari ta‘zîr. Pemisahan ini tentunya berbeda dengan
sebagian besar fukaha yang memasukkan mukhâlafah dalam bab ta‘zîr.
Menurut beliau, fakta mukhâlafât berbeda dengan ta’zir. Oleh karena itu,
mukhâlafât berdiri sendiri dan terpisah dari ta‘zîr. Menurut
beliau, mukhâlafât adalah tidak menaati ketetapan yang dikeluarkan oleh
Negara, baik yang berwujud larangan maupun perintah.
Kasus LGBT ini termasuk ke dalam sistem
persanksian hudud. Adanya sistem
uqubat ini merupakan bentuk sayang Allah pada manusia karena siksa Allah di
akhirat lebih pedih dibanding uqubat islam di dunia. Pengaturan Islam dalam hal
penyaluran naluri berkasih sayang tidak lain hanyalah untuk menjaga kehormatan
manusia dan meriayah manusia dengan baik.
Namun sesungguhnya sistem persanksian
Islam tersebut hanya dapat terwujud dalam negara yang menerapkan syariah Islam.
Sedangkan syariah Islam tidak akan bejalan jika tidak ada penopang yakni dalam
naungan khilafah. Maka dari itu, marilah kita sama-sama untuk memperjuangkan
kembali syariah islam yang berada pada naungan khilafah rasyidah agar kasus
LGBT tidak dapat ditemukan kembali di tanah kaum muslimin ini. Sehingga
penyaluran cinta dapat dilakukan secara benar dan hanya akan terwujud kemurnian
cinta yang hakiki.
Wallahu
‘alam bi As-Shawan []