Dewasa ini, arus globalisasi begitu cepat merasuk ke berbagai
aspek kehidupan. Aspek sosial, budaya, teknologi, politik, bahkan pendidikan.
Berbicara pendidikan, merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi
keberlangsungan hidup manusia di muka bumi. Melalui pendidikan pula kemajuan teknologi dan pengembangan konsep-konsep yang ada
saat ini bisa tercipta. Sehingga pendidikan merupakan dasar untuk terciptanya
pola pikir manusia yang lebih humanistis. Begitu agungnya sebuah pendidikan,
sehingga setiap individu wajib untuk menempuhnya hingga setinggi mungkin tanpa
batas waktu yang ditentukan.
Namun akibat adanya arus globalisasi, seakan hakikat dari
pendidikan terseret begitu saja, yang akhirnya akan berdampak pada proses
pembelajaran. Khususnya di perguruan tinggi, banyaknya tugas membuat mahasiswa
tersibukkan sehingga mahasiswa tidak ada waktu untuk melaksanakan kewajiban
lain seperti mengkaji Islam. Gejolak MEA pun menuntut mahasiswa untuk bersaing
di kancah Internasional sehingga tuntutan karir setelah lulus kuliah membuat
mahasiswa begitu berambisi untuk meraihnya. Biaya kuliah yang mahal dengan
sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal) merupakan salah satu alasan bahwa mahasiswa
dituntut untuk lulus cepat.
Berbagai tuntutan untuk mahasiswa tanpa tahu
tujuan akhir dan makna kuliah membuat mahasiswa terbebani. Terlebih saat ini mahasiswa dituntut untuk mencari materi setelah kuliah,
sehingga frame yang ada dibenak
mahasiswa adalah kuliah untuk kerja. Itu semua merupakan liberalisasi
dalam bidang pendidikan. Pendidikan sudah dijadikan komoditas usaha bagi
pengusaha. Pendidikan saat ini tidak hanya ditangani oleh pemerintah tetapi
swasta pun boleh mengatur dan masuk untuk berbisnis dalam dunia pendidikan.
Sehingga di balik keberlangsungan perkuliahan saat ini terdapat para pemilik
modal (capital) yang memanfaatkan
ummat dari segi materi. Sehingga pendidikan saat ini tidak melihat prosesnya
melainkan tuntutan yang selalu mengancam mahasiswa.
Berdasarkan fakta di atas membuktikan bahwa pendidikan saat ini
memangkas hakikat dari pembelajaran dan menuntut ilmu. Akhirnya sebagian
mahasiswa belum mengetahui hakikat dari pendidikan, belum mengetahui apa tujuan
dari pendidikan. Dalam Islam tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian (syakhshiyah) islami setiap muslim serta membekali dirinya dengan
berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan sehingga
pendidikan harus ditempuh dengan sebaik-baiknya tanpa batas waktu. Disebutkan
dalam Kitab Ta’lim Muta’aliim bahwa
salah satu syarat dalam menuntut ilmu adalah waktu yang lama. Bahkan dalam
sebuah hadist dikatakan “Tuntutlah ilmu
mulai dari dalam buaian hingga menuju liang lahat”. Sehingga Islam
memandang bahwa tujuan dari kuliah adalah untuk menuntut ilmu sebagai kewajiban
bagi setiap muslim. Untuk itu, perlu adanya pola pikir yang Islami dalam
memandang hakikat pendidikan, sehingga tidak hanya meraih kesuksesan dunia
semata tetapi juga kesuksesan akhirat.
Islam dengan
ajarannya yang berpangkal pada aqidah menjadikan pendidikan sebagai sesuatu
yang penting yang harus didapatkan oleh setiap ummat. Degan memerhatikan
hakikat dari pendidikan yang sebenarnya menjadikan pendidikan pada masa Islam
mampu mencetak generasi yang cemerlang, tidak hanya cerdas secara intelektual
tetapi juga cerdas secara moral. Banyak sekali ilmuan Islam yang memiliki peran
penting pada perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini. Seperti contoh, Jabir Ibn
Hayyan (720-815 M), beliau adalah
seorang sarjana Fisika dan Kedokteran. Karyanya mencapai 200 buah, di antaranya
adalah tentang kimia yang antaa lain “Al-Khawasul Kabir” dan “MA Ba`dal
Thabi`ah”. Ilmu kimia Jabir telah dianggap sejajar dengan Aristoteles dalam
ilmu logika. Al Khawarizmy, Muhammad bin Musa Al Khawarizmy (780-850 M),
beliau adalah ahli aljabar dan ilmu bumi. Karyanya yang menjadi referensi
berbagai tulisan tentang ilmu bumi, yaitu “Suratul Ardli”. Al-Farghaniy,
Abul Abbas Ahmad Al-Farghaniy (hidup sekitar tahun 861 M), beliau adalah
seorang ahli perbintangan/astronomi. Karyanya antara lain adalah “Al Madkhal
Ila Ilmi Haiatil Fabik” yang sudah diterjemahkan ke bahasa latin. Al-Bhairuniy, Abduraihani Muhammad bin Ahmad (937-1048 M), beliau adalah ahli kedokteran, perbintangan,
matematika, fisika, ilmu bumi dan sejarah. Karyanya antara lain adalah
“At-Tafhim Li Awaili Shima’atit Tanjim” yang berisi tentang Tanya jawab ilmu
hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan ilmu falak, dan masih banyak lagi.
Ilmuan Islam tersebut, sebagai peletak dasar berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang saat ini baru dikembangkan oleh orang-orang Barat.
Untuk itu, Islam
yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia haruslah diterapkan baik dalam aspek
pendidikan maupun aspek-aspek yang lainnya. Hakikat dari pendidikan yang sesuai
dengan Islam tersebut akan terwujud hanya dalam sistem Islam yakni dalam naungan
Khilafah Rasyidah yang sesuai manhaj
kenabian. Maka dari itu, marilah kita sama-sama untuk mewujudkannya kembali
agar pendidikan yang sesuai Islam mampu diterapkan di tengah-tengah ummat,
sehingga output dari pendidikan mampu
mencetak generasi yang cerdas intelektual dan cerdas moral pada masa Islam
ketika diterapkan dan akan melahirkan Al-Khawazimi, Al-Bairuny, Al-Farghani dan
Jabir Ibn Hayyan yang selanjutnya.
Wallahu ‘alam bi Ashawwab []