Rabu, 21 Desember 2016

Kado Terindah Untuk Ibu


Kado Terindah Untuk Ibu
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu”

Begitulah sabda Rasulullah SAW, tentang bagaimana kita harus selalu memuliakan seorang ibu. Bagaimana tidak, jasa seorang ibu terhadap anak-anaknya, tetesan keringat dan air matanya terus menglir saat seorang ibu melahirkan, merawat dan membesarkan kita sampai kita bisa tumbuh besar seperti saat ini. Kiranya menjadi sebuah kehormatan dimana ada suatu hari yang dinamakan dengan hari ibu namun tidak pernah ada hari yang disebut dengan hari bapak. Di Indonesia perayaan hari ibu dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional.
Ibu memang merupakan makhluk Allah SWT yang sangat mulia, ibu yang sudah mengandung, merawat dan mendidik anaknya hingga saat ini. Peran seorang ibu sangat berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga. Dengan kata lain, ibu merupakan landasan untuk tegaknya ketahanan sebuah keluarga.
Namun pada saat ini, ibu yang seharusnya dihormati dan dimuliakan justru mendapatkan perlakuan yang menghinakan. Ibu yang seharusnya sebagai penjaga untuk ketahanan sebuah keluarga itu menjadi sirna. Banyak sekali ditemukan fakta buruk yang menimpa keluarga dan ibu sebagai korbannya. Dalam lima tahun terakhir (2010 – 2015) angka perceraian meningkat 59 – 80 persen (kemenag.co.id), mayoritas gugat cerai karena faktor ekonomi, KDRT, perselingkuhan dan lain-lain (www.sehatki.com).
Memang jika dicermati, semuanya berpangkal dari ekonomi. Ekonomi merupakan dasar untuk bertahannya suatu kehidupan. Dengan ekonomi pula, sebagian keluarga bisa runtuh jika tidak bisa memenuhi kebutuhan primernya,. Dengan keterbatasan ekonomi, seorang ibu harus menanggalkan perannya sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan menejer rumah tangga) demi bekerja untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Dengan kondisi ibu yang harus bekerja, waktu seorang ibu untuk keluarga menjadi berkurang. Akibatnya, peran ibu yang seharusnya mendidik dan merawat anak dan mengurusi suami menjadi luntur. Dengan kata lain ibu sebagai penjaga ketahanan dalam keluarga menjadi luntur pula.
Akibatnya, permasalahan lain muncul tatkala peran ibu tidak maksimal. Anak yang kurang kasih sayang tentu akan menjadi korban. Pergaulan bebas, kekerasan seksual terhadap anak, putus sekolah dan sebagainya. Selain terhadap anak, peran istri untuk mengurusi suami pun berkurang, sehingga akan memunculkan masalah baru seperti perselingkuhan, KDRT bahkan pembunuhan. Semuanya itu berpangkal pada ekonomi.
Sistem ekonomi yang di emban pada masa kini yaitu sistem ekonomi kapitalis, di mana negara menyerahkan pengaturan ekonomi kepada pihak tertentu/asing/capital yang memiliki modal. Sehingga peran negara dalam pengaturan ekonomi khususnya untuk menjamin kebutuhan masyarakat menjadi luntur. Hal tersebut menjadi penyebab bahwa tekanan hidup pada masa kini sangatlah berat. Negara tidak mampu menjamin kebutuhan pokok masyarakat. Ekonomi, pendidikan dan kesehatan haruslah menjadi tanggungjawab pemerintah yang sejatinya harus dijamin.
Dalam Islam, ibu memang harus dimuliakan. Dengan perannya yang mulia yaitu sebagai seorang ibu dan manager rumah (ummu wa rabbatul bait). Tugas ibu hanya difokuskan untuk mengurus dua hal tersebut. Adapun jika ibu bekerja haruslah ada izin dari suami terlebih dahulu, namun dengan tidak meninggalkan tugas utamanya yakni sebagai ummu wa rabbatul bait. Tentu dengan tugas mulia tersebut ibu sebagai penjaga ketahanan keluarga akan semakin bermakna.
Selain Islam menjaga peran, serta kemuliaan seorang ibu, Islam pun mengatur penjaminan kebutuhan pokok/dasar melalui sistem ekonomi Islam yang diatur dalam mekanisme syariah. Dalam sistem ekonomi Islam terkait hal kepemilikan, didasarkan atas hadist nabi.
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adl haram. Abu Sa'id berkata, Yang dimaksud adl air yg mengalir”. [HR. ibnumajah No.2463].

Dalam Islam, air, rumput dan api merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya untuk kesejahteraan kaum muslimin (masyarakat). Air dalam hal ini bisa termasuk sumberdaya laut, baik kekayaan hayati dan hewani, bahkan garam pun termasuk dalam rumpun air ini. Sehingga sumberdaya laut tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak asing, bahkan dicuri seperti yang terjadi pada saat ini.  Adapun rumput, dalam hal ini adalah sumberdaya alam flora seperti hutan. Sehingga maraknya kasus pembakaran atau penebangan hutan secara ilegal seperti yang terjadi sekarang ini sangat tidak dibenarkan oleh Islam, apalagi jika peruntukannya hanya untuk para pemilik modal bukan untuk rakyat. Sedangkan api, dalam hal ini adalah barang tambang hasil dari letusan gunung api, seperti batu bara, logam, emas, dan sebaginya. Sehingga penambangan emas seperti yang terjadi di PT. Freeport Papua, sangat tidak dibenarkan dalam Islam, karena penambangan tersebut hanya untuk Amerika bukan untuk kemaslahatan rakyat.
Dalam Islam, pengelolaan kepemilikan umum (air, api dan rumput) tersebut akan dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan dan kemaslahatan ummat. Sehingga jaminan ekonomi atau kebutuhan pokok masyarakat menjadi tanggungjawab negara secara utuh. Maka, dalam sistem ekonomi Islam, akan sangat jarang ditemukan seorang ibu bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Namun, sistem ekonomi Islam tersebut tentu hanya akan diterapkan dalam sistem Islam pula dan adanya institusi yang menanungi, itulah Daulah Khilafah. Institusi yang akan menerapkan peraturan yang sesuai dengan syariah yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan menerapkan institusi tersebut, kemuliaan seorang ibu akan semakin terjaga sehingga peran ibu sebagai penjaga ketahanan keluarga akan semakin terasa. Maka dalam Islam, penjaga ketahanan keluarga tidak hanya diwujudkan oleh ibu, tetapi harus ada penjaga yang lebih utama yaitu negara.

Waallahu ‘alam bi as-hawwab []