Negeri
Serba Palsu
Banyaknya kasus yang
bermunculan di negeri ini, seperti adanya peredaran beras palsu, uang palsu, kosmetik
palsu, ijazah palsu hingga janji-janji palsu para penguasa. Sebenarnya sebagian
kasus tersebut sudah terjadi di negeri ini sejak lama. Hal ini dikarenakan
adanya sekularisme di kehidupan kita.
Kemunculan sejumlah
kasus serba palsu ini dikarenakan oleh dua motif, pertama motif ekonomi seperti
adanya peredaran beras palsu, uang palsu dan kosmetik palsu. Kebutuhan hidup
yang mendesak serta tuntutan hidup yang semakin tinggi membuat para pedagang
nakal ini berbuat curang agar mendapat keuntungan yang besar dengan instan
tanpa melihat hukum syara’nya. Kedua adalah motif politik atau kekuasaan seperti
adanya peredaran ijazah palsu. Persaingan hidup yang ketat membuat lahan
pekerjaan dan kekuasaan semakin sempit, hal ni membuat sebagian para politisi
atau penguasa menginginkan ijazah palsu agar dapat menduduki kursi
pemerintahan. Kedua motif tersebut digunakan dengan memunculkan segala cara
atau disebut machiavelli, yaitu bahwa tujuan
menghalalkan segala cara.
Kasus-kasus tersebut
pada dasarnya dilatarbelakangi oleh akidah sekularisme, yaitu menjauhkan agama
dari kehidupan. Akidah ini beranggapan
bahwa masalah ekonomi atau politik tidak ada hubungannya dengan agama serta
tidak akan menimbulkan dosa, karena dosa merupakan masalah agama. Hal ini
mencerminkan bahwa sistem sekuler telah gagal dalam menentukan arah kehidupan.
Begitu pun dengan adanya janji-janji palsu para penguasa yang kian marak
terjadi. Dikatakan palsu karena janji tersebut hanyalah gombal dan bualan
semata. Janji palsu tersebut sah-sah saja dilakukan selama tidak bertentangan
dengan hukum atau tertuang di dalam perundang-undangan.
Dalam sistem demokrasi
ini menebar janji palsu tersebut merupakan hal yang biasa dan memang merupakan
konsekuensi dalam sistem demokrasi yang meniscayakan pemilihan
politisi dan penguasa secara langsung oleh rakyat secara berkala. Janji politik
palsu yang diobral oleh para penguasa berkaitan dengan kemaslahatan rakyat yakni
pengurusan dan pelayanan rakyat (ri’ayah) yang tak kunjung direalisasikan. Padahal dalam
Islam pemimpin harus benar-benar memenuhi ri’ayah
yang sesuai dengan syari’ah serta mengobral janji-janji politik palsu atau tidak
menepati janji atau berbohong haram hukumnya.
Rasulullah saw.
memberitahukan bahwa pemimpin yang suka berbohong itu haruslah ditolak karena
itu merupakan sebagian ciri dari pemimpin yang bodoh. Rasulullah
saw. pun melarang untuk membenarkan kebohongan mereka dan membantu mereka dalam
kezaliman mereka.
Wahai kaum muslimin…,
sesungguhnya selama sistem demokrasi
terus diterapkan, maka kepalsuan (obral janji) akan terus merajalela di
negeri ini. Karena obral janji merupakan ciri dari sistem demokrasi. Saatnya
kita kembali kepada peraturan Islam yang tidak menghalalkan janji-janji palsu
serta Islam mampu berkomitmen dalam mempertanggungjawabkan masalah politiknya
terutama mengenai pengurusan dan pelayanan rakyat (ri’ayah) yang sesuai dengan tuntutan syari’ah. Namun,
hal itu tidak akan bisa diwujudkan dalam sistem demokrasi, tetapi dapat
terealisasi dalam sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaaffah
dalam sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
WalLah a’lam bi ash-shawâb. []