Senin, 31 Agustus 2015

Meraih Kemerdekaan Hakiki




Meraih Kemerdekaan Hakiki
Pada hari Senin tanggal 17 Agustus, Indonesia merayakan HUT RI yang ke-70. Hampir di seluruh pelosok negeri ini merayakannya, dari tingkat Negara sampai tingkat RT, baik dalam bentuk upacara peringatan HUT RI sampai ke perlombaan yang diadakan di kampung-kampung. 
Memang Indonesia sudah terbebas dari penjajahan secara fisik yakni tanpa kontak senjata. Namun, Indonesia ternyata hingga saat ini masih terperangkap dalam penjajahan gaya baru yakni penjajahan tanpa kontak fisik. Artinya, saat ini Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka secara hakiki.
Penjajahan gaya baru ini (neoimperialisme) adalah penjajahan melalui kontrol serta menanamkan pengaruh ekonomi, politik, pemikiran, budaya, hukum dan hankam atas wilayah yang dijajah. Namun, tujuan akhirnya adalah sama, yaitu mengalirkan kekayaan itu ke Negara penjajah.
Termasuk Indonesia adalah contoh yang nyata atas terjajahnya gaya baru ini. Melalui hutang luar negeri baik itu terhadap IMF, World Bank, ADB, USAID, dan sebagainya, menjadikan kebijakan dan pembuatan aturan (UU) di negeri ini masih ada campur tangan dari pihak mereka baik draft (rancangannya) yang melalui program utang, bantuan teknis, dan lainnya.
Akibatnya, lahirlah banyak UU dan kebijakan pemerintah yang bercorak neoliberal yang pro terhadap swasta dan merugikan rakyat banyak. Anggota DPR dari fraksi PDIP mengatakan, bahwa 76 UU Indonesia adalah pesanan atau UU yang dibuat asing. UU yang bercorak liberal itu hakikatnya melegalkan penjajahan baru atas negeri ini. Akibatnya, banyak sekali UU yang melegalkan swasta terhadap pengusaan sumberdaya alam, salah satu contoh adalah PT Freeport yang telah mengeruk kekayaan emas di bumi Papua.
Di sisi lain, juga lahir banyak kebijakan neoliberal yang meminimalkan peranan pemerintah dalam mengurusi rakyat. Contohnya seperti BPJS yang megesampingkan peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan terhadap rakyat. Padahal, jelas-jelas pemenuhan kesehatan, pendidikan dan keamanan merupakan tanggungjawab pemerintah terhadap rakyatnya yang harus dipenuhi.
Kemerdekaan Hakiki
Dengan banyaknya UU yang melanggengkan kepentingan asing di Indonesia, berarti kita masih terjajah oleh mereka dan senantiasa menghambakan diri pada mereka dengan kata lain kita belum merdeka.
Kemerdekaan hakiki adalah saat manusia bebas dari segala bentuk penjajahan, eksploitasi, dan penghambaan terhadap sesama manusia. Mewujudkan kemerdekaan hakiki itu merupakan misi dari Islam. Islam diturunkan oleh Allah SWT. untuk menghilangkan segala bentuk penjajahan, eksploitasi dan penghambaan terhadap sesama manusia di muka bumi ini. Apalagi penindasan tersebut merupakan penindasan bangsa kafir terhadap negeri muslim.
Padahal Allah SWT. telah melaknat bagi siapa saja yang menghambakan diri terhadap sesama manusia karena sejatinya menghambakan diri hanyalah kepada Allah semata. Dan Allah memberi jaminan bagi orang yang menghambakan diri kepada-Nya, bahwa akan dianugerahkannya penghidupan yang layak, serta sebaliknya bagi yang menghambakan diri kepada selain-Nya, maka Allah menghendaki penghidupan yang sempit.
Di sinilah Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan kecuali penghambaan hanya kepada Allah SWT., serta untuk membebaskan manusia dari kesempitan dunia akibat penerapan aturan buatan manusia menuju kelapangan dunia.
Sebagian makna kemerdekaan yang sudah diraih negeri ini dan penduduknya semestinya dilanjutkan dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki. Caranya yaitu dengan menerapkan seluruh hukum dan aturan Allah yakni syariah Islam_bukan hukum buatan manusia yang sarat akan kepentigan manusia. Dengan menerapkan hukum Allah tersebut, hanya bisa diwujudkan di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Dengan itu, maka kemerdekaan hakiki bisa diwujudkan dan kelapangan dunia bisa dirasakan oleh seluruh rakyat.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab []

Kamis, 13 Agustus 2015

Menjadikan Al-Quran Petunjuk Hidup



Menjadikan Al-Quran Petunjuk Hidup
Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Diturunkan secara berangsur-angsur yakni selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Namun, Al-Qur’an diturunkan pertama kali oleh Allah SWT yaitu pada bulan Ramadhan, sehingga pada bulan Ramadhan umat Muslim di seluruh dunia selalu memperingati Nuzul Al-Qur’an hingga sekarang.
Al-Quran Sebagai Petunjuk
Allah SWT telah menjelaskan untuk apa al-Quran diturunkan:
﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ﴾
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia serta sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (TQS al-Baqarah [2]: 185).
Sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan, al-Quran memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Allah SWT menegaskan:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
Kami telah menurunkan kepada kamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu, juga sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim (TQS an-Nahl [16]: 89).
Berdasarkan nash-nash Al-Qur’an di atas, jelas bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada ummat manusia yaitu adalah sebagai sebuah petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan dan sebagai rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslim. Maka, tidak ada alasan bagi kita sebagai ummat Islam untuk meninggalkannya, mengabaikannya dan tidak mematuhi isi Al-Qur’an.
Untuk itu, Al-Quran secara hakiki merupakan petunjuk bagi manusia. Namun, al-Quran tidak serta-merta secara riil berperan menjadi petunjuk kecuali jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan petunjuk. Itulah saat peringatan-peringatannya diindahkan, pelajaran-pelajarannya diperhatikan, perintah-perintahnya dijalankan, larangan-larangannya dijauhi dan ditinggalkan, ketentuan-ketentuannya diikuti, hukum-hukumnya serta halal dan haramnya diterapkan dan dijadikan hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran yang secara hakiki menjadi penjelasan atas segala sesuatu sekaligus menjadi solusi problem kehidupan akan secara riil menjadi penjelasan dan solusi jika penjelasanya diambil dan solusi-solusinya dijalankan. Dengan kata lain, Al-Quran akan benar-benar menjadi petunjuk, penjelasan dan solusi jika kita menjalani hidup dengan Al-Quran dan mengelola kehidupan sesuai dengan Al-Quran.
Merealisasikan Al-Quran Sebagai Petunjuk
Karena Al-Qur’an sebagai petunjuk, tentu di dalamnya berisi tentang perintah dan larangan Allah untuk manusia dalam menjalani kehidupannya. Perintah dan larangan tersebut Allah mengutus Nabi Muammad SAW untuk menyampaikan risalah tersebut  kepada manusia, menjelaskannya segamblang-gamblangnya serta memaparkan bagaimana menjalankan Al-Quran itu di tengah kehidupan dan bahkan memberikan contoh praktis pelaksanaannya.
Dalam upaya menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk, kita dilarang keras membeda-bedakan isiAal-Quran. Kita dilarang keras mengimani sebagian dan menolak sebagian ayat-ayatnya. Kita dilarang keras memilih-milih dan memilah-milah kandungan Al-Quran sehingga sebagian diambil, dipedomani dan diterapkan; sementara sebagian lainnya diabaikan dan tidak diterapkan dengan berbagai dalih dan alasan.
Kandungan dan hukum-hukum di dalam Al-Quran itu ada yang ditujukan untuk individu dan bisa dijalankan secara individual, ada yang ditujukan untuk kelompok atau jamaah dan harus dilakukan secara kelompok atau jamaah, juga ada yang hanya bisa dilaksanakan oleh pemimpin yang memegang kekuasaan negara.
Allah berfirman: “Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm (Telah diwajibkan atas kalian berpuasa)”, jelas ini dilaksanakan oleh individu di seluruh dunia meski pun memang secara syar’i harus ada kekuasaan Negara di dalamnya dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan.
Allah berfirman: “Kutiba ‘alaykum al-qitâl (Telah diwajibkan atas kalian berperang)”, ini dapat dilaksanakan oleh individu atau kelompok. Namun, pelaksanaan perang itu akan sempurna jika terdapat kekuasaan Negara di dalamnya, seperti, pembentukan militer, pembangunan persenjataan, dll.
Allah berfirman: “Kutiba ‘alaykum al-qishâsh fî al-qatla (Telah diwajibkan atas kalian hukum qishah dalam kasus pembunuhan)” tidak boleh diterapkan oleh individu ataupun kelompok, tetapi harus dijalankan melalui pemimpin (khalifah) yang memegang kekuasaan negara.
Ketiga contoh hukum Al-Quran tersebut adalah sama, tidak ada perbedaan di antaranya, bahkan diungkapkan dengan redaksi yang mirip. Begitulah semua hukum Al-Quran. Semuanya punya posisi yang sama. Dengan kata lain, semua hukum Islam berkedudukan sama. Sama-sama wajib dilaksanakan.
Wahai Kaum Muslim:
Dengan demikian tampak jelas bahwa untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia tidak dapat dilakukan oleh individu, kelompok atau jama’ah saja melainkan harus ada peran Negara secara formal di dalamnya, sehingga pembentukkan Negara haruslah berdasar pada akidah dan syari’ah Islam. Maka untuk merealisasikannya haruslah ada sebuah institusi yang mampu menerapkan Islam secara kaaffah, itulah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah, sebagaimana telah dinyatakan di dalam hadis Rasulullah saw. Melalui institusi tersebut, syariah Islam akan benar-benar dilaksanakan dan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup akan benar-benar terealisasi. Untuk itu, marilah kita bersama-sama untuk memperjuangkan kembali agar Khilafah dapat hadir di tengah-tengah kita dan akan menjadi penerang dalam mengarungi samudera kehidupan.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []