Senin, 30 November 2015

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTF ISLAM



HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTF ISLAM
(Oleh: Wildan Wilyani)

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung tinggi, di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.
Hak Asasi Manusia sendiri sangat berkembang pesat secara global pada abad ke-14 terutama di belahan dunia bagian Barat. Para penulis Eropa menganggap bahwa konsep Hak Asasi Manusia (HAM) pertama kali ditemukan oleh seorang filsuf Yunani yang bernama Zeno yang mengajukan teori hukum alam di mana manusia sebagai makhluk hidup dikatakan memiliki beberapa hak universal di mana saja dan pada kondisi apa saja ia berada. Lalu, melalui filsafat stoicism-nya konsep ini masuk ke peradaban Romawi (Syaukat Hussain, 1996). Pada perkembangan selanjutnya konsep ini juga mempengaruhi berbagai konstitusi yang ada di dunia ini hingga akhirnya lahirlah Hak-hak Asasi Manusia sedunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948. Bangsa Eropa menyebut bahwa konsep HAM ini lahir dari proses evolusi.
Padahal konsep Hak Asasi Manusia telah diperkenalkan Islam sejak 1400 tahun yang lalu jauh sebelum bangsa Eropa mengenalnya. Seperti yang telah diketahui bahwa Islam pernah memimpin peradaban dunia hingga mendominasi benua Asia, Afrika, dan sebagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya. Konsep HAM ini sangat diperhatikan dengan berpedoman dan berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Melalui nabi Muhammad saw. diutus bagi ummat manusia sebagai nabi terakhir untuk menyampaikan dan memberikan teladan kehidupan yang sempurna kepada umat manusia seluruh zaman sesuai dengan jalan Allah. Dalam Islam seluruh hak asasi merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi tersebut, melainkan juga mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.
Konsep HAM dari kedua pemikiran ini sebenarnya tidak jauh berbeda, hanya saja yang membedakannya adalah landasan atau pedoman serta tujuannya. HAM dari pemikiran Barat berpedoman pada hasil pemikiran manusia dan tujuannya pun adalah untuk kepentingan manusia. Sedangkan HAM dalam konsep Islam berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diturunkan Allah SWT. sebagai petunjuk dan pengatur bagi manusia serta dengan tujuan agar hak dan kewajiban manusia dapat dijamin dan dilindungi yang akhinya dapat memaslahatkan ummat manusia seutuhnya.
Dalam pandangan Eropa, hak-hak manusia yang harus dijamin oleh negara di antaranya hak berkeluarga, hak pribadi, hak mendapat perlakuan yang adil, hak kebebasan memeluk agama, hak untuk berkomunikasi, hak mendapat jaminan sosial, hak untuk hidup, dan sebagainya. Namun berdasarkan fakta yang ada, kondisi HAM di berbagai belahan dunia tidak dilaksanakan dengan baik, banyak pelanggaran HAM yang telah dilakukan, berikut beberapa kutipan-kutipan dari laporan “Amnesti International” dari beberapa buku terbaru tentang topik ini:
“Tidak hanya para pemerintah tapi juga beberapa organisasi politik tertentu yang di luar control pemerintah, telah melanggar HAM dewasa ini.”

“Rakyat masih didiskriminasikan karena ras, jenis kelamin, bahasa, agama, dan atribut-atribut lainnya. Mayoritas rakyat tidak dapat menikmati hak-hak ekonomi social dan kebudayaan mereka yang jika tanpa hak-hak itu hanya ada sedikit martabat manusia.”

Kutipan pelanggaran HAM di atas merupakan pelanggaran yang dilakukan tidak lama sejak deklarasi HAM dicetuskan oleh PBB. Hingga saat ini banyak sekali pelanggaran HAM yang terjadi, di antaranya serangan Israel ke bumi Palestina dengan pertumpahan darah yang dilakukan dengan sengaja untuk merebut tanah Palestina. Bahkan hal tersebut sengaja dibiarkan dan tidak ada aksi dari negara mana pun atas tindakan pelanggaran HAM tersebut. Ironisnya PBB sendiri sebagai pencetus HAM seolah-olah tidak mempedulikannya. Dimanakah letak kebebasan hak utnuk hidup?
Selain itu, pembantaian dan pengusiran muslim Rohingya merupakan salah satu bukti bahwa pelanggaran HAM masih kerap terjadi. Lagi-lagi PBB sebagai pencetus HAM seolah-olah tidak mempedulikannya dan tidak memberikan solusi yang tepat bagi muslim Rohingya. Lantas, dimanakah letak kebebasan hak beragama?
Dari berbagai masalah atau pelanggaran HAM yang dilakukan tersebut, para pemikir Barat mengusulkan beberapa solusi yang berdasar pada buah pemikiran mereka. Para pemikir Barat menyarankan bahwa harus ada perjanjian-perjanjian internasional mengenai masalah implementasi HAM yang dalam hal ini setiap negara terikat harus menegakkannya serta membentuk pengawasan internasional dalam mengontrol pelaksanaannya. Menurut Syaukat Hussain: 1996, saran tersebut tampaknya sebagai solusi yang baik terhadap permasalahan pelaksanaan HAM, namun validitasnya hanya dapat dinilai dengan mempertimbangkan sikap PBB terdahulu terhadap hak-hak manusia ini. Menurut Louis Henkim, “HAM terbukti bukan merupakan suatu masalah atau kepentingan bersama, namun hanyalah sebuah permainan sepak bola politik…”
Hal tersebut sangatlah jelas bahwa konsep HAM dalam pandangan Barat tidaklah sepenuhnya dijunjung tinggi dan diimplementasikan untuk menjaga hak dan kehormatan manusia, namun dibalik itu terdapat kepentingan terselubung manusia untuk melancarkan aksi politiknya sehingga HAM yang dilaksanakan hanyalah untuk kepentingan dan mendapat keuntungan bagi mereka.
Berbeda dengan HAM dalam konsep Islam, berlandaskan Al-Qur’an hak-hak yang dijamin konsep HAM dalam Islam ini di antaranya:
1.      Hak untuk hidup
“… Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar…” (al-An’am: 151)
2.      Hak-hak milik
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (an-Nisa’: 29)
3.      Hak perlindungan kehormatan
“… Jauhilah kebanyakan dari prasangka…dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain…” (al-Hujurat: 12)
4.      Hak keamanan dan kesucian kehidupan pribadi
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (an-Nur: 27)
5.       Hak keamanan kemerdekaan pribadi
“… dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (an-Nisa’: 58)
6.      Hak kebebasan hati nurani dan keyakinan 
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (al-Baqarah: 256)

Selain hak-hak di atas, Islam pun menjamin hak bagi manusia untuk berekspresi selama tidak bertentangan dengan syariah Islam. Selanjutnya Islam memberikan kebebasan bagi nonmuslim untuk tinggal di negara Islam selama ia mau diatur oleh peraturan Islam. Pun warga nonmuslim tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti warga muslim lainnya, seperti perlindungan kehidupan, perlindungan harta benda, hak mendapat kebutuhan dasar hidup dan pensiun usia lanjut, persamaan dihadapan hukum, dan sebaginya. Hanya saja bagi nonmuslim diwajibkan membayar jizyah kepada negara, namun hal tersebut dilaksanakan bagi orang yang mampu.
Adapun usaha-usaha perlindungan dalam Islam terhadap pelaksanaan HAM telah ditetapkan dalam ajaran Islam yang khas yakni dengan usaha perlindungan atau pengamanan yang beranjak dari sifat yang mendasar dari sistem politik Islam. Menurut Syaukat Hussain: 1996, berbagai usaha tersebut di antaranya:
1.      Kedaulatan Allah SWT., merupakan dasar utama dalam sistem politik Islam.
2.      Kekhalifahan manusia. Di dalam Islam tidak ada seorang pun yang memiliki superoritas (keunggulan) di atas sesamanya kecuali atas dasar amal kebajikan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
3.      Konsep perwalian kekhalifahan, yakni dengan mengikuti ketetapan Al-Qur’an yang menyatakan bahwa apa saja di dunia ini yang dimiliki manusia pada hakikatnya adalah milik Allah semata dan mereka yang memegangnya hanyalah sekedar wali atau pemegang amanahnya.
4.      Syariat yang abadi, Islam telah menetapkan dan memberikan suatu konsep yang abadi tentang berlakunya syariat.
5.      Pendidikan masayarakat, pemberian pendidikan merupakan jaminan yang nyata terhadap HAM dan negara wajib memenuhinya.

Berdasarkan beberapa usaha di atas,  terbukti dengan penerapan Islam pada 14 abad yang lau Islam mampu memimpin dunia hingga ¾-nya. Islam sebagai peletak dasar majunya peradaban dunia baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, budaya, dan sebagainya bahkan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) pun sebenarnya Islam merupakan peletak dasarnya bukan bangsa Eropa dengan teori evolusinya. Namun dengan adanya teori konspirasi konsep HAM dalam Islam sengaja terabaikan dan sengaja tidak diperkenalkan sehingga seolah-olah merekalah (Barat) sebagai peletak dasar teori HAM tersebut.
Begitulah Islam sangat memperhatikan dan menjamin hak-hak umat manusia. Hal tersebut dilakukan agar kesucian, kehormatan dan harkat martabat manusia dapat dijunjung tinggi dan dihormati bukan untuk dilecehkan atau dijadikan sebagai permainan perpolitikan. Sebagaimana firman-Nya:
Dan sesungguhnya  telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri  mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(Q.S. Al-Isra:70)

Wallaahu a’lam bi ash-shawaab []


Sumber:
Al-Qur’anul Karim

Syaukat Hussain, Syekh. 1996. “Hak Asasi Manusia dalam Islam”. Jakarta: Gema Insani Press






Rabu, 25 November 2015

REFLEKSI SATU TAHUN KEPEMIMPINAN JOKOWI



REFLEKSI SATU TAHUN KEPEMIMPINAN JOKOWI
Pada 20 Oktober 2015 pemerintahan Jokowi – JK genap berusia satu tahun. Pada satu tahun  yang lalu Jokowi – JK dilantik sebagai presiden Republik Indonesia yang ke-7, pelantikan tersebut secara otomatis mengganti kepengurusan pemerintahan dari masa SBY – Boediono menjadi Jokowi - JK serta pergantian para menteri dan kepengurusan anggota MPR, DPR dan jajarannya.
Selama satu tahun tersebut, penilaian kinerja Jokowi – JK dalam mengurusi Indonesia sangatlah bervariasi. Survei terakhir Lembaga Survei Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo pada 100 hari pertama pemerintahannya tidak terlalu tinggi. Hanya 6,6 persen responden yang menyatakan sangat puas dengan kinerja Jokowi. Sebanyak 55 persen responden lainnya menyatakan cukup puas. "Artinya, yang cukup puas dan sangat puas hanya 61,6 persen, tidak terlalu besar," kata peneliti LSI, Kuskridho Ambardi, saat merilis hasil survei di Jakarta, Senin (2/2/2015). Sisanya, sebanyak 29,9 persen responden menyatakan kurang puas, 2,9 persen lainnya menyatakan tidak puas sama sekali, dan 5,6 persen lainnya tidak menjawab (kompas.com).
Adapun sebagian masyarakat berpendapat bahwa realisasi kinerja Jokowi – JK antara lain dalam bidang infrastruktur seperti perampungan jalan tol Cipali, pelanjutan pembangunan waduk Jatigede Sumedang yang sebelumnya terbengkalai. Dalam bidang hukum, pemerintahan Jokowi – JK berhasil menegakkan hukuman mati bagi para pengedar narkoba tempo lalu dengan tanpa pandang bulu. Selanjutnya, pemerintahan  Jokowi – JK telah berhasil mengadakan piala presiden bagi dunia sepak bola yang sebelumnya terjadi permasalahan.
Namun, di samping itu banyak masyarakat berpendapat bahwa satu tahun pemerintahan Jokowi – JK sangatlah mengecawakan. Pasalnya, pemerintahan kali ini dinilai lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya. Banyak sekali terjadi permasalahan yang tidak terkendali baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, keamanan, dan sebagainya. Konflik memanas antara KPK VS POLRI sampai saat ini belum mencapai titik temu dan semakin berkepanjangan. Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS semakin melemah hingga mencapai 14.700,-, yang akhirnya berimplikasi terhadap naiknya harga-harga kebutuhan yang semakin mencekik rakyat. Maraknya kasus korupsi yang menjadi-jadi disebabkan karena penegakkan hukum bagi para koruptor dirasa masih ringan. Jaminan keamanan bagi masyarakat khususnya anak-anak yang sekarang tidak mendapat kenyamanan di lingkungan sendiri karena maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Selain itu, kabut asap yang terjadi di sebagian negeri Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) masih belum mendapat solusi jitu untuk menghentikannya.
Permasalahan di atas merupakan permasalahan yang khas dalam sistem yang diterapkan saat ini. Sebenarnya permasalahan tersebut sudah lama terjadi di negeri ini, hanya saja pada periode Jokowi – JK semakin menjadi-jadi. Pada sistem demokrasi, politik adalah kekuasaan, yakni barang siapa yang memiliki modal maka bisa mengendalikan politik serta dapat berkuasa di negeri. Sebagai contoh pada kasus kabut asap, pembakaran hutan dan alih fungsi lahan yang dilakukan secara sengaja oleh para koorporasi untuk melakukan perluasan usahanya sehingga pemerintah tidak memiliki kendali untuk menghentikan pembakaran tersebut karena para pengusaha lebih berkuasa. Itulah salah satu contoh dalam sistem demokrasi yang berujung pada kapitalisme dan liberalisme.
Berbeda dengan sistem Islam, politik adalah ri’ayah syu’uunil ummah (pengurusan dan pelayanan terhadap rakyat) bukan kekuasaan. Permasalahan-permasalahan di atas seperti kisruh antara KPK VS POLRI, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, korupsi, pelecehan seksual, serta kabut asap tidak akan pernah terjadi di dalam sistem Islam. Karena sistem Islam akan benar-benar menjamin hak rakyat dari segi politik, ekonomi, hukum, keamanan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya yang akhirnya akan mencapai titik kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT.
Karena pengaturan hidup dalam sistem Islam berdasarkan syari’ah yang bersumber dari Allah SWT yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai standarnya. Maka mustahil terjadi kecacatan dalam hukum tersebut karena berasal dari Sang Khaliq. Namun, untuk mewujudkan hukum tersebut tidak akan terjadi dalam sistem demokrasi saat ini yakni harus dalam sistem Islam. Maka perwujudan sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah menjadi keniscayaan karena di dalamnya akan terealisasi sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaaffah. Sehingga permasalahn-permasalahan di atas akan teratasi sehingga akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang diridhai oleh Allah SWT.
WalLah a’lam bi ash-shawâb. []

Tata Kota Tak Manusiawi Ala Kapitalis



Tata Kota Tak Manusiawi Ala Kapitalis

Pada beberapa hari yang lalu, Jakarta dihebohkan dengan kasus penggusuran warga Kampung Pulo. Penggusuran tersebut dilakukan oleh satpol PP/pihak yang berwenang, dengan tidak mengedepankan rasa kemanusiaan, mereka bersikeras melakukan penggusuran.  Alhasil, penggusuran ini diwarnai penolakan warga yang tetap mempertahankan tempat tinggalnya. Maunya  menertibkan tata kota dan menyelesaikan masalah banjir yang melanda Jakarta dengan normalisasi kali Ciliwung tetapi malah menimbulkan masalah baru bagi warga sekitar kali Ciliwung (Kampung Pulo). Hal yang sama terjadi pada kasus penertiban  jalur KA di sepanjang Jawa, dengan alasan merapikan, semua pedagang di sekitar jalur kereta digusur. Mereka kehilangan pekerjaan, usaha dan hartanya tanpa kompensasi.
Kasus-kasus tersebut hanya sebagian contoh, tata kota ala kapitalisme yang lebih  berpihak pada kepentingan pemodal besar, sementara korbannya rakyat kecil. Di setiap rezim pasti ada kecenderungan untuk memihak satu kepentingan sesuai dengan pemilik modal besar. Tanpa memperhatikan nilai kemanusiaan, menyiapkan solusi atas problem ekonomi paska penggusuran dan aspek psikologis.
Padahal, dalam sebuah pembangunan, sebelumnya harus ada perencanaan yang matang. Begitu pun dengan menyelesaikan masalah banjir di Jakarta atau pun penertiban jalur kereta api di sepanjang Jawa, haruslah memliki perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut harus adil, sehingga tidak merugikan masyarakat. Karena pada hakikatnya penataan ruang merupakan sebuah upaya membuat rencana untuk kepentingan masyarakat. Untuk itu langkah ke depan selanjutnya adalah bagaimana membuat masyarakat menjadi bagian dari proses perencanaan.
Namun karena dibalik kasus penggusuran tersebut ada kepentingan lain, yakni adanya campur tangan dari pihak swasta/asing sehingga peran pemerintah pun bisa dikendalikan atas swasta/asing sebagai pemilik modal. Dengan begitu, baik perencanaan tersebut matang atau tidak, yang menjadi tujuan utama adalah keuntungan sehingga tidak memerhatikan dampak yang ditimbulkan.
Kasus-kasus ini juga membuktikan kegagalan sistem demokrasi dalam menuntaskan masalah. Yakni penyelesaian masalah banjir Jakarta tidak bisa diatasi sendiri oleh gubernur Jakarta karena butuh tempat relokasi penduduk sekaligus penyediaan lapangan kerja yang memerlukan kemauan politik antar gubernur. Hal ini pula menunjukkan bahwa dalam sistem demokrasi pemerintah gagal dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan dan masih terpengaruh oleh para pemilik modal sehingga secara tidak langsung mendzalimi rakyat.
Menyelesaikan masalah banjir, penataan ruang yang baik memang merupakan PR bagi pemerintah. Islam sendiri telah menganjurkan untuk menjaga dan menata lingkungan/tata ruang dengan sebaik mungkin, tetapi dengan tidak menghilangkan hak/wewenang rakyat dalam mendapat tempat tinggal dan pekerjaan.
Pembenahan tata ruang kota menuju perbaikan memang sangat perlu dilakukan, namun jangan sampai mendzalimi rakyat, apalagi dengan melakukan penggusuran secara agresif dan tanpa solusi bagi rakyat yang tergusur. Penataan ruang kota tersebut dapat dilakukan dengan kembali pada Islam dan menjalani seluruh aturan Allah yakni syariah Islam_bukan hukum buatan manusia yang sarat akan kepentigan manusia. Dengan menerapkan hukum Allah tersebut, hanya bisa diwujudkan di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Dengan itu, maka penataan kota dan pemberantasan masalah lingkungan dapat teratasi dengan baik.
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab []