REFLEKSI
SATU TAHUN KEPEMIMPINAN JOKOWI
Pada 20 Oktober 2015
pemerintahan Jokowi – JK genap berusia satu tahun. Pada satu tahun yang lalu Jokowi – JK dilantik sebagai
presiden Republik Indonesia yang ke-7, pelantikan tersebut secara otomatis
mengganti kepengurusan pemerintahan dari masa SBY – Boediono menjadi Jokowi -
JK serta pergantian para menteri dan kepengurusan anggota MPR, DPR dan
jajarannya.
Selama satu tahun
tersebut, penilaian kinerja Jokowi – JK dalam mengurusi Indonesia sangatlah
bervariasi. Survei
terakhir Lembaga Survei Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap
kinerja Presiden Joko Widodo pada 100 hari pertama
pemerintahannya tidak terlalu tinggi. Hanya 6,6 persen responden yang
menyatakan sangat puas dengan kinerja Jokowi. Sebanyak 55 persen responden
lainnya menyatakan cukup puas. "Artinya, yang cukup puas dan sangat puas
hanya 61,6 persen, tidak terlalu besar," kata peneliti LSI, Kuskridho
Ambardi, saat merilis hasil survei di Jakarta, Senin (2/2/2015). Sisanya,
sebanyak 29,9 persen responden menyatakan kurang puas, 2,9 persen lainnya
menyatakan tidak puas sama sekali, dan 5,6 persen lainnya tidak menjawab (kompas.com).
Adapun sebagian
masyarakat berpendapat bahwa realisasi kinerja Jokowi – JK antara lain dalam
bidang infrastruktur seperti perampungan jalan tol Cipali, pelanjutan
pembangunan waduk Jatigede Sumedang yang sebelumnya terbengkalai. Dalam bidang
hukum, pemerintahan Jokowi – JK berhasil menegakkan hukuman mati bagi para
pengedar narkoba tempo lalu dengan tanpa pandang bulu. Selanjutnya,
pemerintahan Jokowi – JK telah berhasil
mengadakan piala presiden bagi dunia sepak bola yang sebelumnya terjadi permasalahan.
Namun, di samping itu
banyak masyarakat berpendapat bahwa satu tahun pemerintahan Jokowi – JK
sangatlah mengecawakan. Pasalnya, pemerintahan kali ini dinilai lebih buruk
dari pemerintahan sebelumnya. Banyak sekali terjadi permasalahan yang tidak
terkendali baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, keamanan, dan sebagainya.
Konflik memanas antara KPK VS POLRI sampai saat ini belum mencapai titik temu
dan semakin berkepanjangan. Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
semakin melemah hingga mencapai 14.700,-, yang akhirnya berimplikasi terhadap
naiknya harga-harga kebutuhan yang semakin mencekik rakyat. Maraknya kasus
korupsi yang menjadi-jadi disebabkan karena penegakkan hukum bagi para koruptor
dirasa masih ringan. Jaminan keamanan bagi masyarakat khususnya anak-anak yang
sekarang tidak mendapat kenyamanan di lingkungan sendiri karena maraknya kasus
kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Selain itu, kabut asap
yang terjadi di sebagian negeri Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) masih belum
mendapat solusi jitu untuk menghentikannya.
Permasalahan di atas
merupakan permasalahan yang khas dalam sistem yang diterapkan saat ini.
Sebenarnya permasalahan tersebut sudah lama terjadi di negeri ini, hanya saja
pada periode Jokowi – JK semakin menjadi-jadi. Pada sistem demokrasi, politik
adalah kekuasaan, yakni barang siapa yang memiliki modal maka bisa
mengendalikan politik serta dapat berkuasa di negeri. Sebagai contoh pada kasus
kabut asap, pembakaran hutan dan alih fungsi lahan yang dilakukan secara
sengaja oleh para koorporasi untuk melakukan perluasan usahanya sehingga pemerintah
tidak memiliki kendali untuk menghentikan pembakaran tersebut karena para
pengusaha lebih berkuasa. Itulah salah satu contoh dalam sistem demokrasi yang
berujung pada kapitalisme dan liberalisme.
Berbeda dengan sistem
Islam, politik adalah ri’ayah syu’uunil
ummah (pengurusan dan pelayanan terhadap rakyat) bukan kekuasaan. Permasalahan-permasalahan
di atas seperti kisruh antara KPK VS POLRI, anjloknya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS, korupsi, pelecehan seksual, serta kabut asap tidak akan
pernah terjadi di dalam sistem Islam. Karena sistem Islam akan benar-benar
menjamin hak rakyat dari segi politik, ekonomi, hukum, keamanan, pendidikan,
kesehatan, dan sebagainya yang akhirnya akan mencapai titik kesejahteraan yang
diridhai oleh Allah SWT.
Karena pengaturan hidup
dalam sistem Islam berdasarkan syari’ah yang bersumber dari Allah SWT yakni
Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai standarnya. Maka mustahil terjadi kecacatan
dalam hukum tersebut karena berasal dari Sang Khaliq. Namun, untuk mewujudkan
hukum tersebut tidak akan terjadi dalam sistem demokrasi saat ini yakni harus
dalam sistem Islam. Maka perwujudan sistem Khilafah ‘ala minhaj
an-nubuwwah menjadi keniscayaan karena di dalamnya akan terealisasi sistem
Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaaffah. Sehingga permasalahn-permasalahan di atas
akan teratasi sehingga akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang
diridhai oleh Allah SWT.
WalLah a’lam bi ash-shawâb. []
Tidak ada komentar :
Posting Komentar