Rabu, 25 November 2015

REFLEKSI SATU TAHUN KEPEMIMPINAN JOKOWI



REFLEKSI SATU TAHUN KEPEMIMPINAN JOKOWI
Pada 20 Oktober 2015 pemerintahan Jokowi – JK genap berusia satu tahun. Pada satu tahun  yang lalu Jokowi – JK dilantik sebagai presiden Republik Indonesia yang ke-7, pelantikan tersebut secara otomatis mengganti kepengurusan pemerintahan dari masa SBY – Boediono menjadi Jokowi - JK serta pergantian para menteri dan kepengurusan anggota MPR, DPR dan jajarannya.
Selama satu tahun tersebut, penilaian kinerja Jokowi – JK dalam mengurusi Indonesia sangatlah bervariasi. Survei terakhir Lembaga Survei Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo pada 100 hari pertama pemerintahannya tidak terlalu tinggi. Hanya 6,6 persen responden yang menyatakan sangat puas dengan kinerja Jokowi. Sebanyak 55 persen responden lainnya menyatakan cukup puas. "Artinya, yang cukup puas dan sangat puas hanya 61,6 persen, tidak terlalu besar," kata peneliti LSI, Kuskridho Ambardi, saat merilis hasil survei di Jakarta, Senin (2/2/2015). Sisanya, sebanyak 29,9 persen responden menyatakan kurang puas, 2,9 persen lainnya menyatakan tidak puas sama sekali, dan 5,6 persen lainnya tidak menjawab (kompas.com).
Adapun sebagian masyarakat berpendapat bahwa realisasi kinerja Jokowi – JK antara lain dalam bidang infrastruktur seperti perampungan jalan tol Cipali, pelanjutan pembangunan waduk Jatigede Sumedang yang sebelumnya terbengkalai. Dalam bidang hukum, pemerintahan Jokowi – JK berhasil menegakkan hukuman mati bagi para pengedar narkoba tempo lalu dengan tanpa pandang bulu. Selanjutnya, pemerintahan  Jokowi – JK telah berhasil mengadakan piala presiden bagi dunia sepak bola yang sebelumnya terjadi permasalahan.
Namun, di samping itu banyak masyarakat berpendapat bahwa satu tahun pemerintahan Jokowi – JK sangatlah mengecawakan. Pasalnya, pemerintahan kali ini dinilai lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya. Banyak sekali terjadi permasalahan yang tidak terkendali baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, keamanan, dan sebagainya. Konflik memanas antara KPK VS POLRI sampai saat ini belum mencapai titik temu dan semakin berkepanjangan. Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS semakin melemah hingga mencapai 14.700,-, yang akhirnya berimplikasi terhadap naiknya harga-harga kebutuhan yang semakin mencekik rakyat. Maraknya kasus korupsi yang menjadi-jadi disebabkan karena penegakkan hukum bagi para koruptor dirasa masih ringan. Jaminan keamanan bagi masyarakat khususnya anak-anak yang sekarang tidak mendapat kenyamanan di lingkungan sendiri karena maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Selain itu, kabut asap yang terjadi di sebagian negeri Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) masih belum mendapat solusi jitu untuk menghentikannya.
Permasalahan di atas merupakan permasalahan yang khas dalam sistem yang diterapkan saat ini. Sebenarnya permasalahan tersebut sudah lama terjadi di negeri ini, hanya saja pada periode Jokowi – JK semakin menjadi-jadi. Pada sistem demokrasi, politik adalah kekuasaan, yakni barang siapa yang memiliki modal maka bisa mengendalikan politik serta dapat berkuasa di negeri. Sebagai contoh pada kasus kabut asap, pembakaran hutan dan alih fungsi lahan yang dilakukan secara sengaja oleh para koorporasi untuk melakukan perluasan usahanya sehingga pemerintah tidak memiliki kendali untuk menghentikan pembakaran tersebut karena para pengusaha lebih berkuasa. Itulah salah satu contoh dalam sistem demokrasi yang berujung pada kapitalisme dan liberalisme.
Berbeda dengan sistem Islam, politik adalah ri’ayah syu’uunil ummah (pengurusan dan pelayanan terhadap rakyat) bukan kekuasaan. Permasalahan-permasalahan di atas seperti kisruh antara KPK VS POLRI, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, korupsi, pelecehan seksual, serta kabut asap tidak akan pernah terjadi di dalam sistem Islam. Karena sistem Islam akan benar-benar menjamin hak rakyat dari segi politik, ekonomi, hukum, keamanan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya yang akhirnya akan mencapai titik kesejahteraan yang diridhai oleh Allah SWT.
Karena pengaturan hidup dalam sistem Islam berdasarkan syari’ah yang bersumber dari Allah SWT yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai standarnya. Maka mustahil terjadi kecacatan dalam hukum tersebut karena berasal dari Sang Khaliq. Namun, untuk mewujudkan hukum tersebut tidak akan terjadi dalam sistem demokrasi saat ini yakni harus dalam sistem Islam. Maka perwujudan sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah menjadi keniscayaan karena di dalamnya akan terealisasi sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaaffah. Sehingga permasalahn-permasalahan di atas akan teratasi sehingga akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang diridhai oleh Allah SWT.
WalLah a’lam bi ash-shawâb. []

Tidak ada komentar :

Posting Komentar