NAMA : WILDAN WILYANI
NIM : 1307389
KELAS : 3B (PENEDIDIKAN GEOGRAFI 2013)
TUGAS : PENDIDIKAN SOSILA BUDAYA
FENOMENA GIZI BURUK INDONESIA
DILIHAT DARI PANDANGAN POLITIK
A.
Pengertian
Politik
Berbicara politik, di Indonesia sangatlah identic
dengan berebut kekuasaan di parlemen. Dengan cara memasuki salah satu partai
politik, kemudian memberikan kontribusi terhadap partai tersebut selanjutnya
mencalonkan sebagai pemimpi, berkampanye dan akhirnya bisa memimpin negeri.
Namun, berbeda dengan politik dalam pandangan Islam.
Arti politik dalam Islam yaitu “Siyasah” yang artinya mengurusi ummat atau
rakyat. Baik itu dari segi pendidikan, ekonomi, kesehatan, dll.
Politik merupakan hal yang sangat penting dalam
menentukan berbagai aspek kehidupan. Majunya pertumbuhan ekonomi tentu dilihat
dari kebijakan politik dalam menangani masalah politik tersebut. Begitu pun
dengan masalah kesehatan tergantung pada kebijakan pemerintah yang wajib
mengurus rakyatnya.
B.
Pengertian
Gizi Buruk
Salah satu kebutuhan yang paling mendasar bagi
manusia yatu kesehatan. Menurut firman Allah dalam Q.S. ‘Abasa ayat 24 yang
berbunyi: "Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya". Ayat
tersebut mengisyaratkan bahwa Islam begitu memerhatikan ummat dalam mengurusi
kesehatannya. Juga memerintahkan untuk memerhatikan asupan makanannya, karena
upaya pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
Gizi buruk merupakan kurangnya asupan makanan yang
bergizi bagi tubuh seseorang. Gizi buruk dapat di bagi menjadi dua bagian,
yakni marasmus (gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat) dengan tanda-tanda
klinis seperti wajah sangat kurus, tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit, rambut mudah patah dan kemerahan serta adanya gangguan pencernaan.
Sedangkan kwashiorkor (gangguan gizi karena
kekurangan protein) dengan tanda-tanda klinis seperti bengkak di kaki, perut
buncit dan wajah membulat. Maka, "gabungan" marasmus-kwashiorkor
dikenal luas dengan sebutan busung lapar. (http://ilhamsblog-ilhamusman.blogspot.com)
C.
Gizi
Buruk dalam Pandangan Politik
Seperti yang telah dikemukakan, bahwa pemerintah pun
harus ikut andil dalam masalah kesehatan masyarakat khususnya gizi buruk.
Bukankah tanggung jawab negara seharusnya sesuai pasal 34 ayat 2 dan 3 UUD
1945, pasal 12 Kovenan ekosob, pun di dalam DUHAM pasal 25 ayat 1 berbunyi:
"Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya."
Di dalam kaidah Ushul fiqh dikatakan "Tasharruf al-imam `ala al-raiyah manutun bi al-maslahah" (Tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya adalah memberikan kemaslahatan). Namun faktanya, pemerintah belum berhasil dalam menjalankan UUD tersebut.
Di dalam kaidah Ushul fiqh dikatakan "Tasharruf al-imam `ala al-raiyah manutun bi al-maslahah" (Tugas seorang pemimpin terhadap rakyatnya adalah memberikan kemaslahatan). Namun faktanya, pemerintah belum berhasil dalam menjalankan UUD tersebut.
Kemarin, para anggota DPR/DPD telah dilantik dengan
menelan biaya cukup besar senilai Rp 46, 049 miliar sebanding dengan 1.105 kali
lipat biaya jaminan kesehatan masyarakat miskin (Kompas, 18 September 2009). Di
sisi lain, anggaran biaya kesehatan sangat kecil untuk masyarakat yang
menderita gizi kurang dan gizi buruk.
Menurut data WHO, masyarakat Indonesia hanya
mengonsumsi karbohidrat 1.735 kilokalori/kapita/hari dan protein 5,5
gram/kapita/hari. Padahal, idealnya menurut WHO pula, seharusnya mengonsumsi
karbohidrat 2.100 kilokalori/kapita/hari dan protein 60 gram/kapita/hari.
Dengan kurangnya asupan gizi inilah, sehingga usia rata-rata harapan hidup masyarakat Indonesia hanya berkisar 68-69 tahun dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, yang berkisar 72-73 tahun.
Dengan kurangnya asupan gizi inilah, sehingga usia rata-rata harapan hidup masyarakat Indonesia hanya berkisar 68-69 tahun dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam, yang berkisar 72-73 tahun.
Setiap tahunnya Depkes RI, cuma menganggarkan 2,3
persen dari APBN, padahal WHO menyarankan seharusnya lima persen dari APBN.
Berdasar informasi tersebut maka diperlukan beberapa upaya yang harus dilakukan
oleh pemerintah dalam menangani masalah tersebut.
1. Adanya
kepeloporan
Kepeloporan adalah
adanya individu atau kelompok yang berani melakukan perubahan sosial terhadap
negara dan masyarakat yang menuju negara sehat 2015 sebagaimana yang telah
dicanangkan, maka peran Depkes perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu,
kepeloporan adalah suatu keniscayaan untuk membawa nation-state Indonesia ke
arah yang lebih baik dan sehat, sehingga Human Development Index (HDI) menjadi
lebih baik lagi dibanding tahun-tahun kemarin.
Pada 2008 lalu, HDI
Indonesia berada diperingkat 107 di antara 177 negara, dibandingkan Singapura
(peringkat 25), Brunei Darussalam (peringkat 30), Malaysia (peringkat 63), Thailand
(peringkat 73), Filipina (peringkat 90), dan Vietnam (peringkat 105). Unsur HDI
ini ada tiga bagian yakni kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
2. Reformasi
kesehatan
Adanya perubahan yang
dilakukan pemerintah dengan menciptakan reformasi kesehatan melalui peningkatan
anggaran kesehatan. Minimnya anggaran kesehatan menjadikan pelayanan dan akses
kaum miskin terhadap kesehatan pun menurun. Adalah ironis, Indonesia sebagai
Negara agraris dan bahari dengan cakupan sumber daya alam (SDA) melimpah-ruah
mempunyai masyarakat sakit-sakitan.
3. Adanya
persatuan
Adanya penyatuan
program kesehatan yang dilakukan pemerintah dengan semua elemen yang
bersangkutan agar tidak berjalan sendiri-sendiri.
Melalui
upaya-upaya tersebut, diharapkan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia terus
meningkat dan memiliki angka harapan hidup tinggi, sehingga masyarakat mampu
menciptakan kreasi dan inovasi untuk negerinya. Untuk itu, melalui pemerintahan
yang baru ini, semoga mampu merubah nasib bangsa Indonesia menuju arah yang
lebih baik lagi. Karena ini merupakan kewajiban pemerintah dalam mewujudkan
kemaslahatan bagi rakyatnya.
Sumber:
Tidak ada komentar :
Posting Komentar