BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setelah
berakhirnya Perang Dunia II, dunia digencarkan dengan era globalisasi dan
modernisasi. Banyak sekali perkembangan di dunia ini yang dapat dilihat dari
berbagai aspek. Baik dari aspek ekonomi, social, budaya, politik dan pendidikan
yang perubahan tersebut tidak terlepas dari berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK).
Pendidikan
yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi semakin dikembangkan guna
memperbaiki dan mempermudah pengaksesan informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut
dapat diterapkan di berbagai bidang khususnya Geografi. Geografi merupakan
salah satu disiplin ilmu yang membutuhkan peranan dari berkembangnya teknologi,
informasi dan komunikasi. Hal tersebut senada dengan salah satu cabang dari
Geografi Teknik yaitu Penginderaan Jauh.
Penginderaan
jauh merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengindera/menganalisis permukaan bumi
dari jarak jauh, dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan
menggunakan alat (sensor) dan wahana. (Sugandi: 2010).
Melalui
teknik penginderaan jauh, dapat membuktikan kondisi dalam citra dengan yang
terdapat di lapangan. Kajian dari teknik penginderaan jauh didapat analisis
dalam bidang geologi, geomorfologi, marine,
hidrologi dan penggunaan lahan.
Pelabuhan
Ratu merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Sukabumi , Provinsi Jawa Barat,
yang memiliki kompleksitas kajian dalam teknik penginderaan jauh baik dalam
bidang geologi, geomorfologi, marine,
hidrologi dan khususnya penggunaan lahan. Lahan di wilayah Pelabuhan Ratu
memiliki variasi dalam kualitas tanah, kemiringan lahan, ketinggian,
aksesibilitas dan lain-lain. Kondisi fisik wilayah Pelabuhan Ratu dalam aspek
geomorfologi dan tofografi memungkinkan wilayah ini memiliki banyak vegetasi
yang tersebar di beberapa desa.
Desa
Citarik Pelabuhan Ratu merupakan salah satu desa yang memiliki keanekaragaman
bentukan lahan salah satunya adalah hutan kerapatan rendah dan perkebunan serta
lahan yang terdapat di wilayah tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Sehingga desa Citarik Pelabuhan
Ratu cocok untuk dikaji khususnya dalam bidang penggunaan lahan melalui teknik
penginderaan jauh.
Untuk
itu, Mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI angkatan 2013 melakukan
praktikum lapangan ke wilayah Pelabuhan Ratu guna memeroleh data dan informasi
mengenai wilayah kajian melalui teknik penginderaan jauh, serta hasilnya mampu
diselaraskan dengan analisis penginderaan jauh yang dilakukan di perkuliahan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan,
didapat rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
kondisi umum wilayah Pelabuhan Ratu?
2. Bagaimana
persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan di dalam citra landsat
Pelabuhan Ratu tahun 2001?
3. Bagaimana
persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan yang terdapat di wilayah
Pelabuhan Ratu?
4. Bagaimana perbandingan keakuratan data hutan
kerapatan rendah dan perkebunan dalam citra landsat Pelabuhan
Ratu tahun 2001 dengan kondisi sebenarnya di lapangan?
5. Bagaimana manfaat atau aplikasi penggunaan lahan dalam pembangunan?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dari
praktikum ini adalah:
1. mengetahui
kondisi umum wilayah Pelabuhan Ratu;
2. mengetahui
persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan di dalam citra landsat
Pelabuhan Ratu tahun 2001;
3. mengetahui
persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan yang terdapat di wilayah
Pelabuhan Ratu;
4. mengetahui perbandingan keakuratan data hutan kerapatan rendah
dan perkebunan dalam citra landsat Pelabuhan
Ratu tahun 2001 dengan kondisi sebenarnya di lapangan;
dan
5. mengetahui manfaat atau aplikasi penggunaan lahan dalam pembangunan.
D.
Manfaat
Penulisan
Laporan praktikum ini disusun dengan harapan
memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis
laporan ini berguna sebagai pengembangan konsep penginderaan jauh dalam kajian
penggunaan lahan. Secara praktis laporan ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. penyusun,
sebagai wahana menambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
konsep penginderaan jauh dalam kajian penggunaan lahan;
2. pembaca,
sebagai media informasi tentang konsep penginderaan jauh dalam kajian
penggunaan lahan baik secara teoretis maupun secara praktis.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Penginderaan
Jauh
1. Pengertian
Penginderaan Jauh
Penginderaan
jauh sudah tidak asing lagi dipelajari dalam geografi, karena geografi
memelajari seluruh ruang yang terdapat di permukaan bumi, dan teknik
penginderaan jauh merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan informasi yang
terdapat di permukaan bumi tersebut.
Di
Indonesia penginderaan jauh sering disingkat Indraja. Dalam istilah asing
istilah penginderaan jauh dikenal dengan nama remote sensing (Inggris),
teledection (Prancis), fernerkundung
(Jerman), sensoriamento remota
(Portugis), perception remot
(Spanyol), dan distantionaya (Rusia).
Dalam
Penginderaan Jauh dan Aplikasinya (Sugandi: 2010), bahwa, Penginderaan jauh
merupakan ilmu dan teknik serta seni untuk mendapatkan informasi tentang
wilayah atau gejala di permukaan bumi dengan cara menganalisis data yang
diperoleh dari suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek yang sedang
dikaji (Lillesand dan Keifer, 1979). Sedangkan menurut Lindgren (1985)
mengemukakan bahwa Penginderaan jauh merupakan variasi teknik yang dikembangkan
untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut
berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan dari
permukaan bumi.
Berikut merupakan
pengertian penginderaan jauh dari beberapa ahli:
a. Penginderaan
Jauh yaitu suatu pengukuran atau perolehan data objek di permukaan bumi dari
satelit atau instrument lain di atas atau jauh dari objek yang diindera. (Colwell, 1984)
b. Penginderaan
Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar
lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi
yang berguna. (Curran, 1985)
Berdasarkan
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa peginderaan jauh merupakan salah
satu metode yang memiliki kemampuan untuk merekam objek yang ada di permukaan
bumi tanpa harus menyentuh langsung objek yang direkamnya.
2. Komponen
Penginderaan Jauh
Telah
disebutkan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk merekam
permukaan bumi tanpa harus menyentuh langsung dengan objek tersebut. Namun
perekaman tersebut tidak akan berjalan dengan sempurna apabila tidak ada
komponen yang mendukungnya. Untuk itu, dalam penginderaan jauh terdapat beberapa
komponen dalam melaksanakan perekaman agar proses pengambilan informasi
permukaan bumi dapat berjalan dengan lancar. Berikut beberapa komponen dalam
teknik penginderaan jauh.
a. Cahaya atau sumber tenaga
Pada dasarnya energy
matahari muncul sebagai akibat dari adanya rotasi bumi. Matahari memancarkan
dua gelombang yang berdampingan yakni gelombang elektrik dan elektomagnetik. Matahari
memiliki suhu permukaan 6000°K yang memancarkan gelombang elektromagnetik ke
permukaan bumi. Gelombang elektromagnetik ini berfungsi untuk melihat objek.
Melalui gelombang
elektromagnetik tersebut, matahari memancarkan beberapa spectrum, diantaranya.
-
Sinar kosmik, sinar yang tidak sampai ke permukaan bumi.
-
Sinar gamma, sinar yang tidak masuk ke
permukaan bumi.
-
Sinar X, sinar yang tembus hingga hilang
kembali.
-
Sinar ultraviolet, sinar yang digunakan
untuk bayi yang lahir premature.
-
Spectrum tampak, sinar elektromagnetik
yang mulai digunakan dalam teknik penginderaan jauh.
-
Imframerah, sinar yang menembus kulit
ari hingga dipantulkan kembali.
-
Gelombang termal, mampu menembus
permukaan bumi dan mampu mendeteksi kebakaran.
-
Gelombang mikro, mampu menembus ke dalam
bumi/tanah selama tanah tersebut kering.
-
Gelombang radio.
Untuk mendapatkan data
objek permukaan diperlukan tenaga. Tenaga yang dimaksud adalah tenaga matahari.
Namun tenaga matahari hanya mampu merekam pada siang hari, sehingga pada malam
hari tidak mampu melakukan perekaman. Untuk itu agar pada malam hari mampu
melakukan teknik penginderaan jauh maka digunakanlah system tenaga buatan.
Gambar
2.1 Interaksi cahaya
dengan objek
System tenaga dibagi
dua, yaitu sumber tenaga matahari (alami) atau disebut juga system pasif yang
menggunakan tenaga matahari dengan cara perekaman tenaga pantulan maupun
pancaran yaitu system fotografik, termal, gelombang mikro dan satelit. Dan
sumber tenaga buatan disebut juga system aktif dengan perekaman objek
menggunakan tenaga buatan berupa pulsa yang dipancarkan alat yang berkecepatan
tinggi dipantulkan objek.
b. Kamera
atau scanner atau sensor
Kamera merupakan alat
yang digunakan dalam pengambilan informasi permukaan bumi melalui teknik penginderaan
jauh. Tenaga yang datang dari objek di permukaan bumi diterima oleh sensor. Sensor
berdasarkan perekamannya dapat dibedakan atas dua macam yaitu.
-
Sensor fotografik
Merupakan system
penginderaan jauh yang perekamannya memakai tenaga matahari. Proses perekaman
pada sensor ini berlangsung melalui proses kimiawi. Sensor ini akan
menghasilkan foto. Apabila sensor fotografik dipasang pada pesawat maka akan
menghasilkan foto udara atau citra foto. Namun apabila dipasang pada satelit
maka akan menghasilkan citra satelit atau foto satelit.
-
Sensor elektronik
Merupakan system
penginderaan jauh yang perekamannya memakai tenaga matahari dan tenaga buatan.
Sensor ini bekerja secara elektrik dengan menggunakan computer. Citra yang dihasilkan
dari sensor ini adalah citra penginderaan jauh.
c. Wahana
Dalam penginderaan
jauh, untuk mendapatkan informasi permukaan bumi maka diperlukan suatu
kendaraan yang membawa sensor atau alat perekam. Kendaraan tersebut disebut
wahana. Wahana tersebut bisa berupa pesawat terbang, balon udara, atau satelit.
d. Objek
Objek yang direkam
melalui teknik penginderaan jauh harus objek yang terdapat di permukaan bumi.
Tiap objek memunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan
tenaga pada sensor. Objek yang daya pantulannya tinggi akan terlihat cerah pada
citra, sedangkan apabila daya pantulannya rendah akan terlihat gelap pada
citra. Dengan demikian, akan mempermudah menganalisis objek yang terdapat dalam
citra.
Berdasarkan komponen di
atas, maka dapat diilustrasikan bahwa proses perekaman dalam system
penginderaan jauh adalah seperti berikut.
Gambar
2.2
Komponen Penginderaan Jauh
3. Radiasi
Elektromgnetik
Energi elektromagnetik
adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem PJ untuk lingkungan hidup,
yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor.
Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang
bisa diukur, yaitu: panjang gelombang/wavelength, frekuensi,
amplitude/amplitude, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan
panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak.
Penginderaan
jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik. Gelombang
elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, akan tetapi gelombang
elektromagnetik yang terpenting pada penginderaan jauh adalah sinar matahari.
Banyak sensor menggunakan energi pantulan sinar matahari sebagai sumber
gelombang elektromagnetik, akan tetapi ada beberapa sensor penginderaan jauh
yang menggunakan energi yang dipancarkan oleh bumi dan yang dipancarkan oleh
sensor itu sendiri. Sensor yang memanfaatkan energi dari pantulan cahaya
matahari atau energi bumi dinamakan sensor pasif, sedangkan yang memanfaatkan
energi dari sensor itu sendiri dinamakan sensor aktif (Kerle, et al.,
2004)
Frekuensi adalah jumlah
gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu.Frekuensi tergantung
dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik
adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding
terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan
semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya.
Gambar 2.3 Energi Elektromagnetik
Energi elektromagnetik dipancarkan,
atau dilepaskan, oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbedabeda.
Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang
gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya.
Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi
elektromagnetik.
a.
Spektrum Elektromagnetik
Susunan semua bentuk
gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya
disebut spectrum elektromagnetik. Gambar spectrum elektromagnetik di bawah
disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan _m) mencakup kisaran
energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi
rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan
panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma
Ray.
Gambar 2.4 Spektrum Elektromagnetik
b.
Interaksi Energi
Gelombang elektromagnetik (EM) yang
dihasilkan matahari dipancarkan (radiated) dan masuk ke dalam atmosfer bumi.
Interaksi antara radiasi dengan partikel atmosfer bisa berupa penyerapan
(absorption), pemencaran (scattering) atau pemantulan kembali (reflectance).Sebagian
besar radiasi dengan energi tinggi diserap oleh atmosfer dan tidak pernah
mencapai permukaan bumi. Bagian energi yang bisa menembus atmosfer adalah yang
‘transmitted’. Semua masa dengan suhu lebih tinggi dari 0 Kelvin (-273 C)
mengeluarkan (emit) radiasi EM.
Gambar 2.5 Interaksi Energi
c.
Sensor
Radiometer adalah alat pengukur level
energi dalam kisaran panjang gelombang tertentu, yang disebut channel. PJ
multispectral menggunakan sebuah radiometer yang berupa deretan dari banyak
sensor, yang masing masing peka terhadap sebuah channel atau band dari panjang
gelombang tertentu. Data spectral yang dihasilkan dari suatu target berada
dalam kisaran level energi yang ditentukan.
Radiometer yang dibawa oleh pesawat terbang
atau satelit mengamati bumi dan mengukur level radiasi yang dipantulkan atau
dipancarkan dari benda-benda yang ada di permukaan bumi atau pada atmosfer.
Karena masing masing jenis permukaan bumi dan tipe partikel pada atmosfer
mempunyai karakteristik spectral yang khusus (atau spectral signature) maka
data ini bisa dipakai untuk menyediakan informasi mengenai sifat target.Pada
permukaan yang rata, hampir semua energi dipantulkan dari permukaan pada suatu
arah, sedangkan pada permukaan kasar, energi dipantulkan hampir merata ke semua
arah.Pada umumnya permukaan bumi berkisar diantara ke dua ekstrim tersebut,
tergantung pada kekasaran permukaan.
Contoh yang lebih spesifik adalah
pemantulan radiasi EM dari daun dan air.Sifat klorofil adalah menyerap sebagian
besar radiasi dengan panjang gelombang merah dan biru dan memantulkan panjang
gelombang hijau dan near IR.Sedangkan air menyerap radiasi dengan panjang
gelombang nampak tinggi dan near IR lebih banyak daripada radiasi nampak dengan
panjang gelombang pendek (biru).
Pengetahuan mengenai perbedaan spectral
signature dari berbagai bentuk di permukaan bumi memungkinkan kita untuk
menginterpretasi citra.
Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh
sensor: deteksi pasif dan aktif. Banyak bentuk PJ yang menggunakan deteksi
pasif, dimana sensor mengukur level energi yang secara alami dipancarkan,
dipantulkan, atau dikirimkan oleh target. Sensor ini hanya bisa bekerja apabila
terdapat sumber energi yang alami, pada umumnya sumber radiasi adalah matahari,
sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi tertutup awan, debu, asap
dan partikel atmosfer lain, pengambilan data dengan cara deteksi pasif tidak
bisa dilakukan dengan baik. Contoh sensor pasif yang paling dikenal adalah
sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang mempunyai 7 band atau
channel :
- Band 1 (0.45-0.52 _m; biru) - berguna untuk membedakan kejernihan air dan juga membedakan antara tanah dengan tanaman.
- Band 2 (0.52-0.60 _m; hijau) - berguna untuk mendeteksi tanaman.
- Band 3 (0.63-0.69 _m; merah) - band yang paling berguna untuk membedakan tipe tanaman, lebih daripada band 1 dan 2.
- Band 4 (0.76-0.90 _m; reflected IR) - berguna untuk meneliti biomas tanaman, dan juga membedakan batas tanah-tanaman dan daratan-air.
- Band 5 (1.55-1.75 _m; reflected IR) – menunjukkan kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk membedakan tipe tanaman dan kesehatan tanaman. Juga digunakan untuk membedakan antara awan, salju dan es.
- Band 6 (10.4-12.5 _m; thermal IR) - berguna untuk mencari lokasi kegiatan geothermal, mengukur tingkat stress tanaman, kebakaran, dan kelembaban tanah.
- Band 7 (2.08-2.35 _m; reflected IR) – berhubungan dengan mineral; ration antara band 5 dan 7 berguna untuk mendeteksi batuan dan deposit mineral.
Sedangkan
pada deteksi aktif, PJ menyediakan sendiri sumber energi untuk menyinari target
dan menggunakan sensor untuk mengukur refleksi energi oleh target dengan
menghitung sudut refleksi atau waktu yang diperlukan untuk mengembalikan
energi.Keuntungan menggunakan deteksi pasif adalah pengukuran bisa dilakukan
kapan saja.Akan tetapi sistem aktif ini memerlukan energi yang cukup besar
untuk menyinari target. Sebagai contoh adalah radar Dopler, sebuah sistem
ground-based, radar presipitasi pada satellite Tropical Rainfall Measuring
Mission (TRMM), yang merupakan spaceborne pertama yang menghasilkan peta 3-D
dari struktur badai.
4. Teknik
dan Unsur Interpretasi Citra
a. Teknik
Interpretasi Citra
Setelah didapat data
dari hasil penginderaan jauh, maka data tersebut perlu dianalisis dengan cara
interpretasi. Dalam menginterpretasi citra, ada objek yang nampak dan ada yang
tidak nampak dalam citra. Untuk itu diperlukan juga teknik interpretsi yang
berbeda yaitu.
-
Teknik langsung
Teknik ini digunakan
untuk menginterpretasi objek yang sudah Nampak jelas pada citra, seperti
penggunaan lahan, vegetasi, jalan dan pola aliran sungai.
-
Teknik tidak langsung
Teknik ini digunakan
untuk menginterpretasi objek yang tidak nampak pada citra, misalnya karena
tertutup oleh objek lain atau objek terlalu gelap sehingga harus diinterpretasi
melalui asosiasi yakni keterkaitan objek tersebut dengan objek lainnya.
b. Unsur
Interpretasi Citra
Untuk menganalisis
citra maka diperlukan langkah-langkah tertentu, agar data yang dihasilkan
relevan dengan kondisi sebenarnya. Berikut merupakan unsur dalam
menginterpretasi citra.
-
Rona/warna
Merupakan karakteristik
spectral yang didasarkan pada gelap terangnya suatu objek. Terdapat tiga factor
interpretasi dalam rona yaitu, kandungan air (banyaknya kandungan air, maka
rona berwarna gelap); kekerasan objek; dan kecerahan objek.
-
Ukuran
Ukuran ini ditunjukkan
oleh besar kecilnya suatu objek. Dalam menentukan ukuran ini dapat dihitung
secara manual yakni dengan mengukur objek tersebut pada citra dan dikonversikan
dengan skala yang digunakan.
-
Bentuk
Bentuk objek dapat
membantu dalam menginterpretasi citra. Bentuk tersebut biasanya memberikan ciri
khas suatu objek. Misalnya bangunan sekolah yang terlihat berbentuk L, U, atau
jalan yang berbentuk lurus memanjang, dsb.
-
Tekstur
Merupakan frekuensi
perubahan rona pada citra. Ada tiga tingkatan tekstur yaitu halus, sedang dan
kasar. Apabila pantulan berbeda maka tekstur yang dihasilkan yaitu kasar, namun
apabila pantulan sama maka tekstur yang dihasilkan yaitu halus.
-
Pola
Merupakan bentuk
teratur atau tidaknya suatu objek. Dengan pola, akan diperoleh gambaran objek
sebenarnya melalui citra dari objek yang bersangkutan. Misalnya, pola aliran
sungai yang berbentuk dendritic, trellis, pinnate, dll.
-
Tinggi
Interpretasi ini dapat
digunakan apabila suatu objek memiliki ketinggian. Dapat dihitung dengan
mengkonversi skala yang digunakan terutama citra yang memiliki bentuk tiga
dimensi dapat diinterpretasi melalui unsur ketinggian tersebut.
-
Bayangan
Bayangan dapat
dihasilkan dari objek yang memiliki ketinggian. Bayangan sangat dipengaruhi
oleh sudut datangnya sinar matahari pada saat pemotretan. Apabila pemotretan
dilakukan pada pagi hari maka bayangan berada di sebelah barat. Jika pemotretan
dilakukan pada siang hari maka tidak ada bayangan objek, hal ini karena
matahari tegak lurus terhadap objek. Namun apabila pemotretan dilakukan pada
sore hari maka bayangan berada di sebelah timur.
-
Situs
Situs merupakan ciri
khas suatu objek. Misalnya sawah memiliki ciri khas berupa pematang, lapangan
sepak bola memiliki ciri khas berupa gawang, kebun the ciri khasnya gedeng dan
pabrik, dll.
-
Asosiasi
Merupakan hubungan
suatu objek dikaitkan dengan objek lain di sekitarnya. Misalnya, sawah
berasosiasi dengan sungai, lapangan bola dengan pemukiman, perkampungan
berasosiasi dengan jalan dan pekarangan yang ditumbuhi tanaman, dll.
B.
Citra
Landsat
1. Pengertian
Program Landsat adalah sebuah program paling lama untuk mendapatkan
citra Bumi dari luar
angkasa. Satelit Landsat pertama diluncurkan pada tahun 1972; yang paling akhir
Landsat 7, diluncurkan
tanggal 15 April 1999. Instrumen
satelit-satelit Landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra-citra tersebut
diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat di seluruh
dunia; dimana merupakan sumber daya yang unik untuk riset perubahan global dan
aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan, perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Landsat 7
memiliki resolusi 15-30 meter. (wikipedia.com)
Program Landsat terus dikembangkan
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. NASA organisasi
antariksa Amerika Serikat terus meluncurkan Landsat yang dapat digunakan oleh
para ilmuwan, yang pada akhirnya sudah diluncurkan landsat 7 yang hingga kini
masih berfungsi.
2. Komposisi
Band yang Digunakan dalam Menginterpretasi Kajian Penggunaan Lahan
Band dalam citra satelit merupakan kanal atau saluran
warna. Tidak ada standar band dalam citra, karena setiap citra memiliki band
band sendiri. Jumlah band tiap citra juga tidak sama. Landsat TM memiliki 7
band, sedangkan Landsat ETM memiliki 8 band. SPOT memiliki 4 band
(multispektral) begitupun dengan Quickbird dan Ikonos memiliki 4 band
(multispektral).
Sebagaimana
kita ketahui, mata kita secara alami hanya dapat mendeteksi gelombang
elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,4 sd 0,7 mikrometer,
selanjutnya dikenal sebagai sinar tampak. Pada selang panjang gelombang inilah
konsep warna kita gunakan untuk mengasosiasikan objek yang diamati oleh mata
kita. Panjang gelombang ini terdiri dari tiga 3 warna dasar; merah (R), hijau
(G), dan biru (B).
Penampakan
warna lain merupakan komposit dari warna dasar tersebut. Dengan kata lain mata
normal kita hanya bisa mendeteksi objek melalui asosiasi warna yang
ditangkapnya.
Untuk
menginterpretasi citra landsat daerah yang akan kita kaji, khususnya kajian
Penggunaan Lahan, secara umum untuk menginterpretasi kajian penggunaan lahan
ini dapat digunakan dengan RGB 453. Tetapi untuk mendukung dan memperjelas
interpretasi tersebut, dapat juga digunakan beberapa kombinasi band,
diantaranya:
a. Kombinasi 4.5.3
Saluran 5 sensitif akan
variasi kandungan air, vegetasi berdaun banyak dan kelembapan tanah.
Saluran ini mencirikan tingkat penyerapan air yang tinggi, sehingga
memungkinkan deteksi lapisan air yang tipis (kurang dari 1 cm). Variasi
dari kandungan Fe2O3 pada
batuan dan tanah dapat dideteksi, pantulan yang tinggi berarti kandungan yang
banyak. Pada kombinasi ini, vegetasi berwarna kemerahan, ketika tanaman
mempunyai kondisi kelembapan yang sedikit rendah, tingkat pantulan saluran 5
relatif tinggi, yang berarti semakin banyak warna hijau, sehingga menghasilkan
warna oranye. Hijau akan semakin mendominasi ketika pantulan vegetasi semakin
rendah di VNIR dan meninggi di SWIR. tanah tanpa vegetasi dan area permukiman
akan nampak biru kecoklatan.
b.
Kombinasi 3.2.1
Kombinasi ini merupakan
warna natural sehingga merupakan pendekatan terbaik untuk melihat realitas
lanskap. Saluran 3 mendeteksi penyerapan klorofil, saluran 2 mendeteksi
reflektan hijau dari vegetasi dan saluran 1 cocok untuk penetrasi air, pada
perairan jernih bisa masuk sekitar 25 meter, dengan kata lain kita bisa juga
mendeteksi transportasi sedimen di perairan. Saluran 1 juga membedakan tanah
dan vegetasi serta tipe tipe hutan
c.
Kombinasi 4.3.2
Tipikal kombinasi
komposit false color seperti di foto udara. Saluran 4 mendeteksi puncak
pantulan dari vegetasi, juga membedakan tipe vegetasi, selain itu membedakan
tanah dan perairan. Kombinasi ini menampilkan vegetasi berwarna merah, merah
yang lebih terang menandakan vegetasi yang lebih dewasa. Tanah dengan sedikit
atau tanpa vegetasi antara putih (pasir atau garam) sampai hijau atau coklat
tergantung kelembapan dan kandungan organik. Air nampak biru, perairan jernih
akan terlihat biru gelap atau hitam sedangkan perairan dangkal atau air dengan
konsentrasi sedimen tinggi akan nampak biru muda. Area permukiman berwarna biru
kecoklatan .
d.
Kombinasi 4.5.1
Vegetasi sehat terlihat kemerahan, coklat, oranye dan
kuning. Tanah mungkin hijau dan coklat, pemukiman putih, cyan, dan abu-abu,
biru terang merepresentasikan area yang dibersihkan dari vegetasi dan area
kemerahan merupakan vegetasi yang baru tumbuh, atau padang rumput yang jarang.
Perairan yang jernih dan dalam akan berwarna hitam, jika perairan dangkal atau
mengandung sedimen maka akan terlihat kebiruan atau biru terang. Untuk studi
vegetasi, adanya saluran IR menengah menambah sensitifitas untuk mendeteksi
variasi tahap pertumbuhan vegetasi, tetapi interpretasi harus hati-hati jika
akuisisi data bertepatan dengan hujan. Saluran 4 dan 5 menunjukkan pantulan
tinggi untuk area vegetasi sehat. Kombinasi ini sangat berguna untuk
membandingkan area terendam dan are bervegetasi merah dengan warna yang
berkaitan di saluran 3.2.1 untuk menjamin interpretasi yang benar. Kombinasi
ini tidak bagus untuk studi fitur budaya seperti jalan dan landasan pacu.
C.
Kajian
Penggunaan Lahan
1. Pengertian
Lahan mencakup semua sumber daya alam yang terdapat
di permukaan bumi. Lahan biasanya selalu disamakan dengan “land atau tanah”,
namun kenyataannya lahan tidak semuanya berupa tanah, karena dapat mencakup
pula lautan, rawa, danau dan kolam.
Dalam
“Penginderaan Jauh Terapan” terjemahan, Purbowaseso: 1996. Lahan merupakan
material dasar dari suatu lingkungan (situs), yang diartikan berkaitan dengan
sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi
dan biologi. (Aldrich, 1981).
Jadi, lahan merupakan segala sumber daya alam
yang dimanfaatkan baik dari atas, bawah permukaan bumi dalam suatu bidang
geografis.
Sedangkan penggunaan lahan merupakan aktivitas
manusia pada dan kaitannya dengan lahan yang biasanya tidak nampak langsung
dari citra. Penggunaan lahan (land use) adalah modifikasi
yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun
seperti lapangan, pertanian, dan permukiman.
Penggunaan lahan didefinisikan sebagai "jumlah dari pengaturan, aktivitas,
dan input yang dilakukan manusia pada tanah tertentu" (FAO, 1997a;
FAO/UNEP, 1999). Penggunaan lahan memiliki efek samping
yang buruk seperti pembabatan
hutan, erosi, degradasi
tanah, pembentukan gurun,
dan meningkatnya kadar garam pada tanah.
Manusia mengguanakan lahan yang terdapat di
permukaan bumi untuk kebutuhnnya masing-masing. Ada yang mengguanakan lahan
sebagai tempat tinggal, sawah , jalan, dsb. Namun tidak semua lahan tersebut
dapat digunakan karena bergantung pada potensial atau tidaknya lahan tersebut.
2. Pembagian
Lahan
Sebagaimana disebutkan bahwa manusia tidak dapat
menggunakan semua lahan yang terdapat di permukaan bumi, apalagi untuk
mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomis dari lahan tersebut. Terdapat dua
pembagian lahan, yaitu.
a. Lahan
potensial.
Dalam arti sempit lahan potensial
dapat diartikan sebagai sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi. Dalam arti yang
lebih luas, lahan potensial selalu dikaitkan dengan fungsinya, yakni lahan yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ciri-ciri lahan potensial diantaranya:
- lahan tersebut telah mengalami perbaikan;
-
lahan memiliki kemampuan untuk lahan produksi;
-
pengolahan lahan tidak banyak mengalami hambatan;
-
biaya produksi sedikit tetapi hasilnya banyak, apalagi bila dikelolanya
sangat intensif.
Lahan potensial yang ada di permukaan bumi biasa
dimanfaatkan oleh manusia antara lain:
-
pemanfaatan untuk lokasi pertanian;
-
pemanfaatan untuk wilayah pemukiman;
-
pemanfaatan untuk fasilitas-fasilitas social;
-
pemanfaatan untuk pelestarian lingkungan hidup.
b. Lahan
kritis
Yaitu lahan yang
telah mengalami kerusakan baik secara fisik, kimiawi maupun biologis serta
tidak dapat menghasilkan keuntungan bagi penggunanya. Lahan kritis dapat terjadi karena:
- pelapukan (weathering)
yang disebabkan oleh factor fisik berupa perubahan suhu yang
ekstrim. Sedangkan yang disebabkan oleh factor kimiawi yakni dari curah hujan
sehingga mengakibatkan perubahan sifat
kimia pada lahan tersebut;
-
degradasi meliputi erosi, gerakan massa (masswasting) dan banjr;
-
agradasi
meliputi proses pengendapan (sedimentasi).
Lahan kritis di wilayah Indonesia pada umumnya banyak ditemui pada
daerah-daerah:
-
daerah pantai yang disebabkan oleh adanya
abrasi yang kuat;
-
daerah dataran rendah yang disebabkan oleh
genangan air dan endapan sedimentasi yang besar;
-
daerah pegunungan yang disebabkan oleh
kemiringan lereng yang sangat besar.
3. Klasifikasi Lahan
Pengklasifikasian
suatu lahan merupakan pengelompokkan lahan yang memiliki faktor-faktor pembatas
permanen yang sama. Dalam pengklasifikasian, lahan dikelompokkan menjadi
delapan kelas kemampuan lahan. Garis besar dari pengklasifikasian tersebut
adalah.
a. Kelas I,
merupakan lahan untuk segala jenis penggunaan tanpa memerlukan tindakan
pengawetan tanah yang spesifik. Tanah pada kelas ini tidak memiliki penghambat
atau ancaman kerusakan, sehingga dapat ditanam dengan tanaman semusim dengan
aman. Tindakan pemupukkan dan pemeliharaan sangat diperlukan untuk
mempertahankan kesuburan dan produktivitasnya. Lahan ini dicirikan dengan
lereng yang datar, bahaya erosi yang sangat kecil, solum tanah dalam, drainase
baik, mudah untuk diolah, dapat menahan air dengan baik, responsif terhadap
pemupukkan, tidak terancam banjir, iklim mikro yang sesuai dengan pertumbuhan
tanaman.
b.
Kelas
II, merupakan lahan yang sesuai
untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman
kerusakan. Jika digarap untuk tanaman semusim, maka perlu diadakan tindakan
konservasi seperti strip cropping, crop rotation dengan penutup
tanah, guludan (galengan), dan pemupukkan. Ciri-ciri dari lahan kelas ini
adalah lereng landai, kepekaan erosi sedang, tekstur tanah halus, solum tanah
agak dalam, struktur tanah kurang baik, salinitas ringan sampai sedang, kadang
terjadi banjir, drainase sedang, iklim mikro agak kurang untuk tanaman.
c.
Kelas
III, merupakan lahan
yang dapat digunakan untuk berbagai jenis usaha pertanian dengan hambatan dan
ancaman yang lebih besar dari pada lahan kelas II. Penggunaan lahan kelas ini
memerlukan usaha-usaha pengawetan seperti perbaikan drainase, strip cropping,
crop rotation, terrasering, pemupukkan, dll. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah
lereng bergelombang atau miring, drainase buruk, solum tanah sedang,
permeabilitas tanah bagian bawah lambat, peka terhadap erosi, kapasitas menahan
air rendah, kesuburan tanah rendah, sering terjadi banjir, lapisan cadas
dangkal, salinitas sedang, hambatan iklim agak besar.
d.
Kelas
IV, merupakan lahan
yang memiliki faktor penghambat lebih besar dibandingkan dengan lahan kelas
III. Faktor penghambat pada lahan kelas ini adalah lereng yang miring atau
berbukit (15%-30%), kepekaan erosi besar, solum tanah dangkal, kapasitas
menahan air rendah, drainase jelek, salinitas tinggi, iklim kurang menguntungkan.bila
lahan ini akan digunakan untuk tanaman semusim, maka perlu dibuatkan
teras-teras, saluran drainase, crop rotation dengan penutup tanah.
e.
Kelas
V, merupakan lahan
yang tidak sesuai untuk tanaman semusim. Ciri-ciri lahan ini adalah lereng
datar atau cekung, sering tergenang dan banjir, berbatu-batu, pada sistem
perakaran tumbuhan sering ditemui catclay, berawa-rawa. Lahan ini
cocoknya untuk hutan produksi, hutan lindung, padang penggembalaan, atau suaka
alam.
f.
Kelas
VI, merupakan lahan
yang tidak sesuai untuk pertanian. Penggunaannya terbatas untuk padang
penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Ciri-ciri lahan
kelas ini adalah lereng agak curam (30%-45%), ancaman erosi berat, solum tanah
sangat dangkal, berbatu-batu, iklim tidak sesuai. Pengelolaan lahan ini dapat
dapat diusahakan dengan cara pembuatan teras bangku, strip cropping, penutupan
tanah dengan rumput perlu selalu diusahakan.
g.
Kelas
VII, merupakan lahan
yang tidak sesuai untuk pertanian. Jika ingin dipaksakan harus digunakan teras
bangku yang ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi. Ciri-ciri
lahan kelas ini adalah lereng curam (45%-65%), tererosi berat, solum tanah
sangat dangkal, dan berbatu-batu.
h.
Kelas
VII, merupakan lahan
yang sangat tidak cocok untuk pertanian. Lahan ini harus senantiasa didiamkan
dalam keadaann alami. Lahan kelas ini sangat berguna untuk hutan lindung, cagar
alam, atau tempat rekreasi. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng yang sangat
curam (>65%), berbatu-batu, kapasitas menahan air sangat rendah, solum tanah
sangat dangkal, sering terlihat adanya singkapan batuan, kadang-kadang seperti
padang pasir berbatu (Jamulya dan Sunarto, 1991).
Kemiringan lereng, panjang lereng, dan
bentuk lereng semuanya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan.
Kemiringan lereng dapat dilihat dari peta topografi dan peta tanah. Kemiringan
suatu lereng dikelompokkan sebagai berikut :
-
Datar
0 – 3%
-
Landai
atau berombak 3% - 8%
-
Agak
miring atau bergelombang 8% - 15%
-
Miring
atau berbukit 15% - 30%
-
Agak
curam 30% - 45%
-
Curam
45% - 65%
-
Sangat
curam lebih dari 65%
4.
Interpretasi Objek Penggunaan
Lahan
Interpretasi dapat
diartikan sebagai suatu penafsiran dengan menggunakan teknik tertentu. Dalam
melakukan praktik penggunaan lahan melalui teknik penginderaan jauh tidaklah
mudah untuk menentukan suatu objek, untuk itu perlu adanya interpretasi objek
agar memudahkan dalam memeroleh data. Adapun pola penggunaan lahan yang
biasanya terdapat di objek permukaan bumi di antaranya.
a.
Perkebunan
Tipe
penggunaan ini umumnya dicirikan oleh adanya tanaman keras seperti kelapa,
bambu dan lainnya sebagainya, atau berupa tanaman buah-buahan seperti mangga,
durian, nangka, pisang, melinjo, pepaya dan lain-lain. Tanaman ini
ditanam secara bersama-sama dengan pola pertanaman yang kurang
teratur. Penyebarannya cukup merata di
seluruh daerah pantai Selatan Jawa Barat, umumnya menempati daerah sepanjang
jaringan jalan-jalan desa atau berkelompok pada daerah-daerah dekat
pemukiman/pekarangan pendudukan setempat.
Perkebunan yang ada di lapangan kebanyakan merupakan
perkebunan jati.
b. Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat
oleh pepohonan dan tumbuhanlainnya.
Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan
berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon
dioxide sink), habitat hewan, modulatorarus hidrologika, serta
pelestari tanah, dan merupakan salah
satu aspek biosfer Bumi yang
paling penting.
Hutan
adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan
hutan baik di daerah tropis maupun
daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan,
di pulau kecil
maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan
atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Hutan yang ada di lapangan sama dengan yang di citra
yaitu terdapat hutan yang homogen dan heterogen serta terdapat kerapatan tinggi
dan hutan kerapatan rendah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
oleh peneliti pada praktikum kali ini adalah metode kualitatif. Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa
kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman
sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat
ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya
dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).
Terdapat lima karakteristik dalam
metode penelitian kualitatif di antaranya: penelitian kualitatif menggunakan
lingkungan alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat deskriptif analitik,
tekanan pada proses bukan hasil, bersifat induktif, dan mengutamakan makna.
Dari ciri-ciri di atas, memang
penelitian praktikum yang dilaksanakan hampir mencakup semuanya. Dalam pelaksanaannya
peneliti menggunakan lingkungan atau daerah Pelabuhan Ratu sebagai sumber data
dengan terjun langsung ke daerah tersebut. Selanjutnya data yang diperoleh
merupakan hasil dari pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan
lapangan, yang disusun peneliti di lokasi penelitian yang selanjutnya diperkuat
dengan teori yang ada. Peneltian ini pun tidak menekankan terhadap hasil namun
proses yang dilakukan yang lebih ditekankan sehingga peneliti dalam mendapatkan
informasi menggunakan beberapa pertanyaan seperti apa, mengapa dan bagaimana.
Dengan demikian,
metode yang cocok digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode kualitatif
karena bersifat alamiah dan sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.
B.
Waktu
dan Tempat
Waktu dan tempat
merupakan prosedur penelitian yang meliputi kapan dan dimana dilaksanakannya
penelitian lapangan.
1. Waktu:
Hari Jumat-Minggu/Tanggal 12-14 Desember 2014.
2. Lokasi:
Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Adapun
tempat-tempat yang akan di cek di lapangan oleh kelompok kajian Penggunaan
Lahan adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Lokasi yang di teliti
Plot
|
Objek Kajian
|
Koordinat
|
Desa
|
Kecamatan
|
|
BT
|
LS
|
||||
1
|
Perkebunan
2
|
106°35'18,51"
|
7°0'0,27"
|
Citarik
|
Pelabuhan Ratu
|
2
|
Hutan
Kerapatan Rendah
|
106°35'40,56"
|
6°59'0,93"
|
Citarik
|
Pelabuhan Ratu
|
C.
Populasi
dan Sample
1.
Dalam praktikum kali ini penulis melakukan
observasi laboratorium di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Populasi yang diambil dalam kegiatan praktikum ini adalah
jenis-jenis penggunaan lahan yang ada di daerah
Pelabuhan Ratu meliputi pemukiman, tegalan/ladang, semak belukar, hutan
kerapatan tinggi, hutan kerapatan rendah, hutan homogen, hutan mangrove, sawah,
perkebunan dan lahan kosong. (Gambar 3.1 Populasi
yang di ambil).
2.
Sedangkan sampel yang diambil dalam
kegiatan praktikum ini adalah penggunaan lahan meliputi hutan kerapatan rendah
dan perkebunan di desa Citarik Pelabuhan Ratu. (Gambar 3.2 Sampel yang di ambil)
Gambar
3.1 Populasi yang di ambil
Sumber: Citra
Landsat 2001
|
Gambar
3.2 Sampel yang diambil
Sumber:
Citra Landsat 2001
|
D.
Alat
dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam penelitian adalah.
1. Kompas
Kompas adalah alat
navigasi untuk menentukan arah berupa sebuah panah penunjuk magnetis yang bebas
menyelaraskan dirinya dengan medan magnet bumi secara akurat.
2. GPS
Global Positioning
System (GPS) adalah sebuah system navigasi berbasiskan radio yang menyediakan
informasi berupa titik koordinat, kecepatan, ketinggian dan waktu pengguna di
seluruh dunia.
GPS ini sangat
diperlukan karena untuk mencocokkan koordinat yang sedang dikaji antara di
laboratorium dan di lapangan.
3. Alat
Tulis
Alat tulis yang
digunakan berupa buku catatan, pensil, balpoin, peggaris, busur derajat.
4. Kamera
Kamera merupakan
seperangkat perlengkapan yang berfungsi untuk mengabadikan suatu objek.
Kamera ini sangat
diperlukan untuk mengabadikan hasil penelitian di lapangan.
5. Laptop
Laptop ini berfungsi untuk mengolah data yang
telah dimiliki. Selain itu laptop ini juga berperan dalam penggunaan aplikasi
ER Mapper yang digunakan untuk menginterpretasi citra.
Sedangkan
bahan yang digunakan dalam penelitian adalah.
1. Peta
Rupa Bumi Indonesia
Dalam penelitian peta RBI yang digunakan adalah
Peta Rupa Bumi Indonesia Pelabuhan Ratu lembar 1209-111, Peta RGB ini berfungsi
untuk menyamakan dengan peta citra landsat agar hasilnya lebih teliti dan benar.
2. Peta
Hasil Interpretasi
Dalam
penelitian peta Citra Landsat yang digunakan adalah Citra landsat Pantai
Selatan Jabar, khususnya di daerah Pelabuhan Ratu.
E.
Teknik
Pengumpulan data
1. Studi
literatur
Studi literatur ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan
variabel-variabel yang akan diteliti, selain itu untuk menentukan hal-hal apa
saja yang akan dilakukan saat di lapangan ataupun setelah di lapangan. Dalam
studi literatur ini kami mencari konsep-konsep dan teori-teori yang mendukung
dan relevan dengan penelitian.
2. Interpretasi
citra
Untuk dapat menentukan objek
kajian penggunaan lahan di daerah Pelabuhan Ratu, peneliti melakukan
interpretasi citra landsat daerah tersebut yang sebelumnya telah peneliti batasi
daerah mana yang akan di teliti. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan saat berada
di tempat penelitian, selain itu interpretasi citra ini bertujuan untuk melihat
objek penggunaan lahan yang peneliti interpretasi dengan keadaan sebenarnya di
lapangan.
Interpretasi citra ini di
lakukan sebelum pergi ke lapangan dengan menggunakan software ER Mapper 6.4. ER
Mapper ini merupakan salah satu software dari banyak software yang digunakan
untuk mengolah data citra atau satelit.
3. Survey
Lapangan
Survey lapangan ini dilakukan
dengan tujuan untuk membuktikan hasil interpretasi yang dilakukan di laboratorium
dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Apakah masih sesuai dengan citra yang
kami interpretasi atau telah berubah. Untuk mengetahui hal tersebut, kami pergi
ke titik koordinat yang sebelumnya sudah ditetapkan di laboratorium.
4. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk
mengetahui bagaimana keadaan sosial di sekitar daerah kajian. Selain itu, wawancara
ini dapat membantu untuk menanyakan apakah daerah objek kajian pada tahun 2007
merupakan penggunaan lahan yang sesuai dengan citra landsat jika daerah yang
kami teliti ternyata telah berubah.
5. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk
mendokumentasikan catatan, foto, ataupun dokumen-dokumen yang selanjutnya
berguna sebagi bukti di laporan praktikum.
6. Analisis
Laboratorium
Analisis
laboratorium dilakukan untuk mengolah data hasil penelitian di lapangan, dan
selanjutnya melihat akurasi data yang diperoleh dan membandingkan data yang
didapat di lapangan dengan data yang terdapat di citra landsat.
F.
Teknik
Analisis Data
1. Teknik
Analisis Data Citra
Teknik analisis data
yang dilakukan oleh peneliti adalah menganalisis data per plot. Setiap plotnya
peneliti mengambil satu sampel kajian penggunaan lahan yang sebelumnya telah
dianalisis dalam peta citra. Sehingga ploting yang dilakukan di lapangan itu
berdasarkan hasil analisis citra. Adapun langkah-langkah proses digitasi citra landsat
adalah sebagai berikut.
- Menggabungkan
citra band menjadi satu peta.
- Cropping
peta citra sesuai daerah kajian yang akan dikaji.
- Memasukkan
RGB penggunaan lahan dengan kombinasi 4.5.3 dan kombinasi 4.3.2 untuk vegetasi.
- Digitasi/analisis
kajian penggunaan lahan sekaligus memploting masing-masing kajian yang akan
dicek di lapangan.
- Klasifikasi
citra penggunaan lahan.
- Layout
citra hasil analisis
2. Interpretasi
Citra
Interpretasi citra haruslah
dilakukan karena untuk memudahkan dalam pelaksanaan praktikum. Dalam
interpretasi citra Landsat Pelabuhan Ratu ini khususnya dalam kajian penggunaan
lahan peneliti dibantu dengan peta Rupabumi Indonesia lembar Pelabuhan Ratu dan
Ci Dadap. Penggunaan peta rupa bumi ini mempermudah peneliti dalam menganalisis
daerah objek kajian baik persiapan sebelum ke lapangan maupun ketika di
lapangan.
3. Tabel
Interpretasi
Tabel 3.2 Interpretasi Citra
No
|
Koordinat
|
Rona
|
Ukuran
|
Bentuk
|
Tekstur
|
Pola
|
Tinggi
|
Bayangan
|
Situs
|
Asosiasi
|
Objek
|
RGB
|
1
|
106035’1,25” BT
6059’38,6” LS
|
Sedikit Gelap
|
Sedang
|
Tidak Beraturan
|
Kasar
|
Tidak Teratur
|
-
|
Ada
|
Terdapat jalan-jalan setapak serta ditumbuhi
oleh vegetasi yang berukuran relatif kecil, jenisnya cenderung homogen serta
kerapatannya rendah.
|
Objek
ini berasosiasi dengan semak belukar dan tegalan.
|
Hutan Kerapatan Rendah
|
432
|
2
|
106035’18,51”
BT
700’0,27” LS
|
Sedikit Gelap
|
Sedang
|
Persegi/Persegi Panjang
|
Sedikit Kasar
|
Teratur
|
-
|
-
|
Terdapat Gazebo/Saung
|
Objek
ini berasosiasi dengan hutan dan tegalan serta objek ini dilalui oleh jalan.
|
Perkebunan
|
453
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi
Umum Daerah Penelitian
Lokasi praktikum penginderaan jauh kajian penggunaan lahan bentukan hutan kerapatan rendah terletak di Desa Citarik- Kecamatan Pelabuhan ratu, Kabupaten Sukabumi. Derah pelabuhan ini merupakan sebuah teluk pulau jawa sebelah barat, berbatasanlangsung dengan provinsi Banten dan Cainjur. Dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan laut lepas Samudera Hindia. Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 sampai 107º Bujur Timur 60º57 - 70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut:
1. Kondisi
Fisik
a. Iklim
Berdasarkan
data yang diperoleh dari stasiun Klimatologi Maringanan dan hasil studi Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi (2003), kawasan Pelabuhan Ratu dan
sekitarnya memiliki iklim:
1) Curah
Hujan; rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.565 mm, rata-rata curah hujan
bulanan adalah 84 – 376 mm. Berdasarkan curah hujan tersebut, musim hujan
berlangsung dari bulan November hingga April, dingan 1.662 mm (71%) dari curah
hujan bulanannya mencapai 192 mm.
2) Temperatur
dan Kelembaban Udara; temperatur rata-rata bulanan berkisar antara 25,8 – 28,8
0C dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober hingga Maret.
3) Kecepatan
Angin; kawasan Pelabuhan Ratu dan sekitarnya mempunyai musim (Mansoon
Climate) dan pola angin yang dipengaruhi oleh musim Barat dan musim Timur.
Secara umum angin biasanya berhembus ke arah Barat – Barat Daya selama musim
Timur, selama periode ini angin biasanya sangat kencang dengan kecepatan 20
m/detik. Pada musim Barat angin berhembus ke arah Timur – Tenggara, selama
periode ini dan juga selama waktu transisi kecepatan angin bervariasi dari
lemah sampai sedang dan jarang mencapai kecepatan 10 m/detik. Hasil data angin
di stasiun Maranginan dari tahun 1985– 1991 diperoleh gambaran bahwa kecepatan
angin paling kencang (> 20km/jam) yang bertiup pada bulan Agustus –
Desember. Secara keseluruhan angin dominan bertiup dari Tenggara (22,6 %) dan
Barat (13,6 %). Untuk lebih jelasnya mengenai arah tiupan angin di Teluk
Pelabuhan Ratu yang terjadi selama satu tahun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel
4.1 Arah Angin
Sumber: BLH Kab. Sukabumi
2003
b. Geologi
Secara
fisiografi wilayah pesisir Pelabuhan Ratu merupakan dataran pantai yang berada
pada muara Sungai Cimandiri, Sungai Cipalabuan–Cigangsa, Sungai Citepus, Sungai
Sukawayana, Sungai Cimaja, Sungai Cipawenang, Sungai Cisolok, Sungai Citiis,
Sungai Cibangban, Sungai Cihaur dan Sungai Cibareno serta dikelilingi oleh
Gunung Butak, Gunung Cabe, Gunung Handeuleum, Gunung Gado dan Gunung Habibi.
Sedangkan sebelah Utara dan Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Lahan
didaerah lorong perbukitan ditutupi oleh hutan, perkebunan dan lahan pertanian,
sedangkan dataran dan lembah sungai banyak dipergunakan untuk persawahan,
pemukiman serta pariwisata.
c. Hidrologi
1) Air
Tanah; Air tanah dangkal pada umumnya tersebar mengikuti bentuk topografi, di
daerah datar air tanah dangkal ini relatif dangkal, sedangkan di daerah
perbukitan air tanahnya lebih dalam. Dari pengamatan lapangan, air tanah dangkal
pada daerah datar kedalamannya mencapai sekitar 3 – 5 meter. Sedangkan di
daerah perbukitan kedalamannya bisa mencapai > 5 meter. Kisaran air tanah
tersebut dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama oleh curah hujan. Air tanah
dangkal ini merupakan sumber air bagi masyarakat setempat. Sedangkan air tanah
dalam tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan yang sifatnya lokal.
Kedalaman air tanah dalam ini mencapai 50 meter. Air tanah dalam ini hanya
dimanfaatkan oleh pengusaha seperti perhotelan (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003).
2) Air
Permukaan; Air permukaan di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu bersumber dari
sungai yang berjumlah ± 10 sungai yang bermuara langsung ke laut.
Citarik adalah desa di kecamatan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Desa
Citarik terletak kurang lebih 6 km di sebelah timur kota Palabuhanratu, ibukota
kecamatan dan juga kabupaten.
Batas-batas wilayah desa ini, di antaranya:
·
Sebelah selatan: berbatasan langsung dengan sungai
Citarik dan Cimandiri
Memiliki luas total 1.011,05 ha, secara kewilayahan
Citarik terdiri dari 4 kedusunan yaitu Dusun Nagrog, Dusun Tegal Lega, Dusun
Ciawun, dan Dusun Jayanti. Selanjutnya terbagi lagi ke dalam 14 rukun warga
(RW) dan 67 rukun tetangga (RT).
2.
Kondisi Sosial
Mata pencaharian masyarakat di daerah
Pelabuhan Ratu umumnya adalah sebagai nelayan, lalu sebagai pedangang dan ada
pula yang bertani.
Di Pelabuhan Ratu juga banyak berdiri
hotel-hotel yang diperuntukkan bagi pengunjung. Selain hotel besar dan mewah
seperti Samudera Beach Hotel, di daerah ini terdapat pula sejumlah hotel dan
losmen kecil, Pondok Dewata resor adalah salah satu villa mewah yang cukup
laris dikunjungi wisatawan. Tidak berapa jauh dari Pantai Pelabuhan Ratu
terdapat beberapa lokasi wisata lainnya. Pantai Karanghawu,
yang letaknya sekitar 20 km dari pusat kota Pelabuhan Ratu, merupakan pantai
karang yang menjorok ke laut dan berlubang di beberapa bagian itu. Bentuk
karangnya lebih mirip tungku, dalam bahasa
Sunda disebut
"Hawu". Pantai-pantai lain yang terletak di daerah ini antara lain
adalah Pantai Cibareno, Cimaja,
Cibangban, Break Water, Citepus,
Kebon Kelapa, dan Tenjo Resmi.
Sekitar 17 km dari Pantai Pelabuhan Ratu
terdapat sumber air panas di Cisolok,
yang airnya mengandung belerang yang
tinggi dan berguna bagi kesehatan. Di seputar Pelabuhan Ratu, paling tidak ada
sembilan titik lokasi untuk berselancar,
yaitu di Batu Guram, Karang Sari, Samudra Beach, Cimaja, Karang Haji,
Indicator, Sunset Beach, Ombak Tujuh sampai Ujung Genteng. Masing-masing pantai
mempunyai ombak dengan karakteristik tersendiri.
Masyarakat pantai selatan khususnya masyarakat Pelabuhan
Ratu percaya
adanya penguasa laut selatan
yaitu Ratu
Kidul. Konon, ia adalah seorang ratu yang cantik bagai
bidadari. Di Laut Selatan -nama lain dari Samudra
Hindia- sebelah selatan Pulau Jawa, ia bertahta pada
sebuah kerajaan makhluk halus yang besar dan indah.
Pada
bulan April biasanya masyarakat sekitar Palabuhanratu mengadakan ritual upacara
adat Hari Nelayan. Hari Nelayan dimaksudkan sebagai syukuran atas rezeki yang
telah mereka dapatkan dari hasil laut dan agar dijauhkan dari bencana. Biasanya
dalam upacara ini disediakan sesaji berupa
kepala kerbau yang
nantinya akan dilarung ke tengah laut.
B.
Interpretasi
Objek Penggunaan Lahan
Tabel 4.2 Interpretasi Objek
Nama
|
No sampel
|
Koordinat
|
Kesesuaian
|
Keterangan
|
|
BT
|
LS
|
||||
Hutan Kerapatan Rendah
|
1
|
106035’1,25”
|
6059’38,6”
|
Sama
|
Hutan Kerapatan Rendah
|
Perkebunan
|
1
|
106035’18,51”
|
700’0,27”
|
Sama
|
Kebun
|
Sumber: Cek
Lapangan Tahun 2014
Tabel 4.3 Uji Akurasi
No.
|
Objek Observasi di Lapangan
|
Total Sampel
|
Kenyataan di Lapangan
|
Presentase Ketepatan
|
|
M1
|
M2
|
||||
1.
|
M1
|
1
|
v
|
-
|
100%
|
2.
|
M2
|
1
|
-
|
v
|
100%
|
M1 = Hutan Kerapatan Rendah
M2 = Perkebunan
Sumber: Cek
Lapangan Tahun 2014
Dari table di
atas setelah di analisis, hasilnya sama persis dengan interpretasi yang
dilakukan di laboratorium dan memiliki keakuratan 100%.
C.
Analisis
Setelah melakukan penelitian ke Pelabuhan Ratu dan setelah diamati dan
dianalisis melalui citra diperoleh data tentang jenis-jenis penggunaan lahan
yang terdapat di Pelabuhan Ratu yaitu hutan kerapatan rendah dan perkebunan.
1. Hutan Kerapatan Rendah
Gambar 4.1 Citra Landsat 2001
|
Gambar
4.2
Hutan dari arah Barat Gambar
4.3 Hutan dari arah Utara
Sumber: Foto Lies dan
Wildan 2014 Sumber:
Foto Lies dan Wildan 2014
Pada RGB 432
hutan kerapatan rendah berwarna merah muda seperti yang ditunjukan oleh tanda
panah. Hutan kerapatan rendah mengambil sampel di daerah Citarik dengan
koordinat 106035’1,25”
BT dan 6059’38,6” LS. Data citra dengan
cek lapangan terdapat kesesuaian yang sama.
Pengamat tidak bisa terjun langsung ke dalam hutan tersebut karena medan
serta kondisi yang tidak memungkinkan, sehingga pengamat hanya bisa mengambil
gambar hutan tersebut dari dua sisi saja yakni sisi Barat dan sisi Utara. Dari
titik pengambilan gambar berjarak 60 m menuju koordinat yang dituju. Setelah
dianalisis, hutan tersebut tidak terlalu rapat dan lokasinya pun masih
berdekatan dengan jalan serta beberapa rumah warga. Tidak jauh dari objek hutan
ini terdapat industry pengolahan pasir sehingga objek hutan ini sedikit
terkontaminasi oleh industry tersebut. Mungkin saja untuk 10 tahun ke depan
hutan tersebut akan beralih fungsi menjadi objek lain.
Tabel 4.4 Matriks Uji Ketelitian
Objek Kajian
Lapangan
|
M
|
Total Sample
|
1
|
Kenyataan di
Lapangan
|
1
|
Persentase
Ketepatan (%)
|
100
|
Keterangan
M= Hutan Kerapatan Rendah
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
2. Perkebunan
Gambar
4.4 Citra Landsat
2001
Gambar 4.5
Kebun dari arah Barat Gambar 4.6 Kebun dari arah
Utara
Sumber: Foto
Lies dan Wildan 2014
Sumber: Foto Lies dan Wildan 2014
Pada RGB 453 perkebunan berwarna hijau muda seperti
yang ditunjukan oleh tanda panah. Perkebunan mengambil sampel di daerah Citarik
dengan koordinat 106035’18,51” BT dan 700’0,27”LS. Data citra dengan cek lapangan sesuai. Sejatinya
perkebunan memiliki areal yang sangat luas dan biasanya dimiliki oleh instansi
tertentu, memiliki pola tanam yang teratur serta di tumbuhi oleh tanaman yang
homogen. Setelah di cek ke lapangan ternyata objek tersebut merupakan kebun yang tidak
terlalu luas dan perkebunan tersebut milik warga setempat bukan milik instansi
pemerintah, meskipun yang di tanam merupakan tumbuhan homogen. Karena letak
kebun tersebut masih sekitaran hutan kerapatan tinggi dan semak belukar,
sehingga pengamat tidak terjun langsung ke objek tersebut karena medan dan
kondisi yang tidak memungkinkan. Namun pengamat diberikan informasi bahwa benar
ada kebun di lokasi tersebut. Titik pengamat menuju koordinat yang dituju
berjarak 95 m.
Tabel 4.5 Matriks Uji Ketelitian
Objek Kajian
Lapangan
|
M
|
Total Sample
|
1
|
Kenyataan di
Lapangan
|
1
|
Persentase
Ketepatan (%)
|
100
|
Keterangan
M= Perkebunan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
Keterangan:
M= Tegalan
PK=
= 100 %
|
D.
Aplikasi
Penggunaan Lahan
Setelah
di identifikasi, data penggunaan lahan dapat digunakan untuk perencanaan
wilayah kota. Mengingat wialyah Pelabuhan Ratu merupakan wilayah yang sedang
diperhatikan oleh pemerintah setempat dan ada rencana pemekaran yakni akan
berpisah dengan kabupaten Sukabumi dan akan berdiri sendiri sebagai kabupaten
Sukabumi Selatan. Dengan begitu, data ini sangat membantu untuk perencanaan
wilayah khususnya dalam penggunaan lahan untuk dibangun menjadi objek yang
lebih bermanfaat bagi kehidupan ummat manusia di muka bumi ini.
BAB
V
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari uraian
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik Pelabuhan Ratu
sangatlah beragam baik itu dilihat dari aspek geologi, tofografi, geomorfologi,
hidrologi, marine, dsb. Adapun dalam aspek social budaya, masyarakat Pelabuhan
Ratu masih memegang erat kepercayaan nenek moyang yaitu dengan percayanya
penunggu pantai selatan Pelabuhan Ratu yakni Nyi Roro Kidul dengan membawa
sesajen pada hari-hari tertentu untuk dipersembahkan kepada penunggu pantai
tersebut.
Adapun desa
Citarik merupakan bagian dari wilayah Pelabuhan Ratu yang terletak di sebelah
timur kota Pelabuhan Ratu. Dalam aspek penggunaan lahan, desa ini sudah
memanfaatkan lahannya dengan sebaik mungkin yakni dimanfaatkan untuk pemukiman,
ladang/tegalan, sawah, perkebunan dan hutan.
Persebaran
penggunaan lahan hutan kerapatan rendah dan perkebunan di dalam citra landsat
2001 wilayah Pelabuhan Ratu yakni tersebar di beberapa wilayah di antaranya di
desa Citarik, desa Cidadap dan desa Pelabuhan Ratu. Adapun persebaran tersebut
sangat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan.
Di desa Citarik
Pelabuhan Ratu merupakan sampel yang peneliti ambil untuk meneliti hutan
kerapatan rendah dan perkebunan dengan jumlah masing-masing satu sampel. Dari
hasil pengamatan bahwa terdapat keakuratan data pada citra landsat dengan kondisi
yang sebenarnya di lapangan dengan keakuratan 100%.
Dari hasil
pengamatan penggunaan lahan ini, dapat dimanfaatkan untuk perencanaan wilayah
atau pembangunan ke depannya sehingga mampu menjadi objek yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia di masa mendatang.
B.
Saran
Peneliti
menyarankan bahwa data yang telah didapat dari hasil pengamatan ini agar
dimnfaatkan dengan sebaik mungkin baik itu digunakan oleh mahasiswa dan dosen
sebagi acuan penelitian selanjutnya maupun oleh pemerintah atau instansi tertentu
sebagai perencanaan wilayah atau pembangunan desa dan kota ke depannya sehingga mampu menjadi objek yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Hatami, Prama. 2008. Analisis
Wilayah Periairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem
Keramba Jaring Apung. Laporan Penelitian, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Purbowaseso,
Bambang. 1996. Pengindraan Jauh Terapan
(Terjemahan dari C.P. Lo Universitas Georgia). Jakarta: UI-PRESS
Sugandi,
Dede. 2010. Penginderaan Jauh dan
Aplikasinya. Bandung: Buana Nusantara Press
Website:
Anonim.
(2013). Penginderaan Jauh untuk
Penggunaan Lahan. [Online]. Tersediadi: http://referensigeography.blogspot.com/2013/05/penginderaan-jauh-untuk-penggunaan-lahan.html.
Diakses 14 November 2014.
Anonim
(2013). Klasifikasi Penggunaan Lahan. [Online].
Tersedia di: http://sigpj.blogspot.com/2011/03/klasifikasi-penggunaan-lahan.html.
Diakses 6 Desember 2014
Awaludin. (2012). Kombinasi Band Untuk Pengenalan Obyek di Landsat. [Online].
Tersedia di: http://www.banata.net/2013/04/15/kombinasi-band-untuk-pengenalan-obyek-di-landsat/ [Diakses
16 November 2014 pkl 12.00]
Oktaviani, Rizki. (2012). Pengenalan Jenis-jenis Citra Satelit. [Online].
Tersedia di http://rizkyoktaviani.blogspot.com/2012/07/pengenalan-jenis-jenis-citra-satelit.html [Diakses 16 November 2014 pkl 12.30]
Kirimin mentahannya ke email dong
BalasHapus