Rabu, 18 Maret 2015

PENGINDERAAN JAUH KAJIAN PENGGUNAAN LAHAN DI DESA CITARIK PELABUHAN RATU-SUKABUMI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, dunia digencarkan dengan era globalisasi dan modernisasi. Banyak sekali perkembangan di dunia ini yang dapat dilihat dari berbagai aspek. Baik dari aspek ekonomi, social, budaya, politik dan pendidikan yang perubahan tersebut tidak terlepas dari berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Pendidikan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi semakin dikembangkan guna memperbaiki dan mempermudah pengaksesan informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut dapat diterapkan di berbagai bidang khususnya Geografi. Geografi merupakan salah satu disiplin ilmu yang membutuhkan peranan dari berkembangnya teknologi, informasi dan komunikasi. Hal tersebut senada dengan salah satu cabang dari Geografi Teknik yaitu Penginderaan Jauh.
Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengindera/menganalisis permukaan bumi dari jarak jauh, dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat (sensor) dan wahana. (Sugandi: 2010).
Melalui teknik penginderaan jauh, dapat membuktikan kondisi dalam citra dengan yang terdapat di lapangan. Kajian dari teknik penginderaan jauh didapat analisis dalam bidang geologi, geomorfologi, marine, hidrologi dan penggunaan lahan.
Pelabuhan Ratu merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Sukabumi , Provinsi Jawa Barat, yang memiliki kompleksitas kajian dalam teknik penginderaan jauh baik dalam bidang geologi, geomorfologi, marine, hidrologi dan khususnya penggunaan lahan. Lahan di wilayah Pelabuhan Ratu memiliki variasi dalam kualitas tanah, kemiringan lahan, ketinggian, aksesibilitas dan lain-lain. Kondisi fisik wilayah Pelabuhan Ratu dalam aspek geomorfologi dan tofografi memungkinkan wilayah ini memiliki banyak vegetasi yang tersebar di beberapa desa.
Desa Citarik Pelabuhan Ratu merupakan salah satu desa yang memiliki keanekaragaman bentukan lahan salah satunya adalah hutan kerapatan rendah dan perkebunan serta lahan yang terdapat di wilayah tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Sehingga desa Citarik Pelabuhan Ratu cocok untuk dikaji khususnya dalam bidang penggunaan lahan melalui teknik penginderaan jauh.
Untuk itu, Mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI angkatan 2013 melakukan praktikum lapangan ke wilayah Pelabuhan Ratu guna memeroleh data dan informasi mengenai wilayah kajian melalui teknik penginderaan jauh, serta hasilnya mampu diselaraskan dengan analisis penginderaan jauh yang dilakukan di perkuliahan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dikemukakan, didapat rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana kondisi umum wilayah Pelabuhan Ratu?
2.      Bagaimana persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan di dalam citra landsat Pelabuhan Ratu tahun 2001?
3.      Bagaimana persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan yang terdapat di wilayah Pelabuhan Ratu?
4.      Bagaimana perbandingan keakuratan data hutan kerapatan rendah dan perkebunan dalam citra landsat Pelabuhan Ratu tahun 2001 dengan kondisi sebenarnya di lapangan?
5.      Bagaimana manfaat atau aplikasi penggunaan lahan dalam pembangunan?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dari praktikum ini adalah:
1.      mengetahui kondisi umum wilayah Pelabuhan Ratu;
2.      mengetahui persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan di dalam citra landsat Pelabuhan Ratu tahun 2001;
3.      mengetahui persebaran hutan kerapatan rendah dan perkebunan yang terdapat di wilayah Pelabuhan Ratu;
4.      mengetahui perbandingan keakuratan data hutan kerapatan rendah dan perkebunan dalam citra landsat Pelabuhan Ratu tahun 2001 dengan kondisi sebenarnya di lapangan; dan
5.      mengetahui manfaat atau aplikasi penggunaan lahan dalam pembangunan.

D.    Manfaat Penulisan
Laporan praktikum ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis laporan ini berguna sebagai pengembangan konsep penginderaan jauh dalam kajian penggunaan lahan. Secara praktis laporan ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      penyusun, sebagai wahana menambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang konsep penginderaan jauh dalam kajian penggunaan lahan;
2.      pembaca, sebagai media informasi tentang konsep penginderaan jauh dalam kajian penggunaan lahan baik secara teoretis maupun secara praktis.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Penginderaan Jauh
1.      Pengertian Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh sudah tidak asing lagi dipelajari dalam geografi, karena geografi memelajari seluruh ruang yang terdapat di permukaan bumi, dan teknik penginderaan jauh merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan informasi yang terdapat di permukaan bumi tersebut.
Di Indonesia penginderaan jauh sering disingkat Indraja. Dalam istilah asing istilah penginderaan jauh dikenal dengan nama remote sensing (Inggris), teledection (Prancis), fernerkundung (Jerman), sensoriamento remota (Portugis), perception remot (Spanyol), dan distantionaya (Rusia).
Dalam Penginderaan Jauh dan Aplikasinya (Sugandi: 2010), bahwa, Penginderaan jauh merupakan ilmu dan teknik serta seni untuk mendapatkan informasi tentang wilayah atau gejala di permukaan bumi dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek yang sedang dikaji (Lillesand dan Keifer, 1979). Sedangkan menurut Lindgren (1985) mengemukakan bahwa Penginderaan jauh merupakan variasi teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan dari permukaan bumi.

Berikut merupakan pengertian penginderaan jauh dari beberapa ahli:
a.       Penginderaan Jauh yaitu suatu pengukuran atau perolehan data objek di permukaan bumi dari satelit atau instrument lain di atas atau jauh dari objek yang diindera. (Colwell, 1984)
b.      Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna. (Curran, 1985)
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa peginderaan jauh merupakan salah satu metode yang memiliki kemampuan untuk merekam objek yang ada di permukaan bumi tanpa harus menyentuh langsung objek yang direkamnya.

2.      Komponen Penginderaan Jauh
Telah disebutkan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk merekam permukaan bumi tanpa harus menyentuh langsung dengan objek tersebut. Namun perekaman tersebut tidak akan berjalan dengan sempurna apabila tidak ada komponen yang mendukungnya. Untuk itu, dalam penginderaan jauh terdapat beberapa komponen dalam melaksanakan perekaman agar proses pengambilan informasi permukaan bumi dapat berjalan dengan lancar. Berikut beberapa komponen dalam teknik penginderaan jauh.
a.        Cahaya atau sumber tenaga
Pada dasarnya energy matahari muncul sebagai akibat dari adanya rotasi bumi. Matahari memancarkan dua gelombang yang berdampingan yakni gelombang elektrik dan elektomagnetik. Matahari memiliki suhu permukaan 6000°K yang memancarkan gelombang elektromagnetik ke permukaan bumi. Gelombang elektromagnetik ini berfungsi untuk melihat objek.
Melalui gelombang elektromagnetik tersebut, matahari memancarkan beberapa spectrum, diantaranya.
-          Sinar kosmik,  sinar yang tidak sampai ke permukaan bumi.
-          Sinar gamma, sinar yang tidak masuk ke permukaan bumi.
-          Sinar X, sinar yang tembus hingga hilang kembali.
-          Sinar ultraviolet, sinar yang digunakan untuk bayi yang lahir premature.
-          Spectrum tampak, sinar elektromagnetik yang mulai digunakan dalam teknik penginderaan jauh.
-          Imframerah, sinar yang menembus kulit ari hingga dipantulkan kembali.
-          Gelombang termal, mampu menembus permukaan bumi dan mampu mendeteksi kebakaran.
-          Gelombang mikro, mampu menembus ke dalam bumi/tanah selama tanah tersebut kering.
-          Gelombang radio.
Untuk mendapatkan data objek permukaan diperlukan tenaga. Tenaga yang dimaksud adalah tenaga matahari. Namun tenaga matahari hanya mampu merekam pada siang hari, sehingga pada malam hari tidak mampu melakukan perekaman. Untuk itu agar pada malam hari mampu melakukan teknik penginderaan jauh maka digunakanlah system tenaga buatan.
Gambar 2.1 Interaksi cahaya dengan objek

System tenaga dibagi dua, yaitu sumber tenaga matahari (alami) atau disebut juga system pasif yang menggunakan tenaga matahari dengan cara perekaman tenaga pantulan maupun pancaran yaitu system fotografik, termal, gelombang mikro dan satelit. Dan sumber tenaga buatan disebut juga system aktif dengan perekaman objek menggunakan tenaga buatan berupa pulsa yang dipancarkan alat yang berkecepatan tinggi dipantulkan objek.
b.      Kamera atau scanner  atau sensor
Kamera merupakan alat yang digunakan dalam pengambilan informasi permukaan bumi melalui teknik penginderaan jauh. Tenaga yang datang dari objek di permukaan bumi diterima oleh sensor. Sensor berdasarkan perekamannya dapat dibedakan atas dua macam yaitu.
-          Sensor fotografik
Merupakan system penginderaan jauh yang perekamannya memakai tenaga matahari. Proses perekaman pada sensor ini berlangsung melalui proses kimiawi. Sensor ini akan menghasilkan foto. Apabila sensor fotografik dipasang pada pesawat maka akan menghasilkan foto udara atau citra foto. Namun apabila dipasang pada satelit maka akan menghasilkan citra satelit atau foto satelit.
-          Sensor elektronik
Merupakan system penginderaan jauh yang perekamannya memakai tenaga matahari dan tenaga buatan. Sensor ini bekerja secara elektrik dengan menggunakan computer. Citra yang dihasilkan dari sensor ini adalah citra penginderaan jauh.
c.       Wahana
Dalam penginderaan jauh, untuk mendapatkan informasi permukaan bumi maka diperlukan suatu kendaraan yang membawa sensor atau alat perekam. Kendaraan tersebut disebut wahana. Wahana tersebut bisa berupa pesawat terbang, balon udara, atau satelit.
d.      Objek
Objek yang direkam melalui teknik penginderaan jauh harus objek yang terdapat di permukaan bumi. Tiap objek memunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan tenaga pada sensor. Objek yang daya pantulannya tinggi akan terlihat cerah pada citra, sedangkan apabila daya pantulannya rendah akan terlihat gelap pada citra. Dengan demikian, akan mempermudah menganalisis objek yang terdapat dalam citra.

Berdasarkan komponen di atas, maka dapat diilustrasikan bahwa proses perekaman dalam system penginderaan jauh adalah seperti berikut.
Gambar 2.2 Komponen Penginderaan Jauh
3.      Radiasi Elektromgnetik
Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari kebanyakan sistem PJ untuk lingkungan hidup, yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor. Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur, yaitu: panjang gelombang/wavelength, frekuensi, amplitude/amplitude, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak.
Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, akan tetapi gelombang elektromagnetik yang terpenting pada penginderaan jauh adalah sinar matahari. Banyak sensor menggunakan energi pantulan sinar matahari sebagai sumber gelombang elektromagnetik, akan tetapi ada beberapa sensor penginderaan jauh yang menggunakan energi yang dipancarkan oleh bumi dan yang dipancarkan oleh sensor itu sendiri. Sensor yang memanfaatkan energi dari pantulan cahaya matahari atau energi bumi dinamakan sensor pasif, sedangkan yang memanfaatkan energi dari sensor itu sendiri dinamakan sensor aktif (Kerle, et al., 2004)
Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu.Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya.

Gambar 2.3 Energi
Elektromagnetik
            Energi elektromagnetik dipancarkan, atau dilepaskan, oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbedabeda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik.
a.       Spektrum Elektromagnetik
Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spectrum elektromagnetik. Gambar spectrum elektromagnetik di bawah disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan _m) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray.
Gambar 2.4 Spektrum Elektromagnetik

b.      Interaksi Energi
Gelombang elektromagnetik (EM) yang dihasilkan matahari dipancarkan (radiated) dan masuk ke dalam atmosfer bumi. Interaksi antara radiasi dengan partikel atmosfer bisa berupa penyerapan (absorption), pemencaran (scattering) atau pemantulan kembali (reflectance).Sebagian besar radiasi dengan energi tinggi diserap oleh atmosfer dan tidak pernah mencapai permukaan bumi. Bagian energi yang bisa menembus atmosfer adalah yang ‘transmitted’. Semua masa dengan suhu lebih tinggi dari 0 Kelvin (-273 C) mengeluarkan (emit) radiasi EM.
Gambar 2.5 Interaksi Energi
c.       Sensor
Radiometer adalah alat pengukur level energi dalam kisaran panjang gelombang tertentu, yang disebut channel. PJ multispectral menggunakan sebuah radiometer yang berupa deretan dari banyak sensor, yang masing masing peka terhadap sebuah channel atau band dari panjang gelombang tertentu. Data spectral yang dihasilkan dari suatu target berada dalam kisaran level energi yang ditentukan.
Radiometer yang dibawa oleh pesawat terbang atau satelit mengamati bumi dan mengukur level radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan dari benda-benda yang ada di permukaan bumi atau pada atmosfer. Karena masing masing jenis permukaan bumi dan tipe partikel pada atmosfer mempunyai karakteristik spectral yang khusus (atau spectral signature) maka data ini bisa dipakai untuk menyediakan informasi mengenai sifat target.Pada permukaan yang rata, hampir semua energi dipantulkan dari permukaan pada suatu arah, sedangkan pada permukaan kasar, energi dipantulkan hampir merata ke semua arah.Pada umumnya permukaan bumi berkisar diantara ke dua ekstrim tersebut, tergantung pada kekasaran permukaan.
Contoh yang lebih spesifik adalah pemantulan radiasi EM dari daun dan air.Sifat klorofil adalah menyerap sebagian besar radiasi dengan panjang gelombang merah dan biru dan memantulkan panjang gelombang hijau dan near IR.Sedangkan air menyerap radiasi dengan panjang gelombang nampak tinggi dan near IR lebih banyak daripada radiasi nampak dengan panjang gelombang pendek (biru).
Pengetahuan mengenai perbedaan spectral signature dari berbagai bentuk di permukaan bumi memungkinkan kita untuk menginterpretasi citra.
Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh sensor: deteksi pasif dan aktif. Banyak bentuk PJ yang menggunakan deteksi pasif, dimana sensor mengukur level energi yang secara alami dipancarkan, dipantulkan, atau dikirimkan oleh target. Sensor ini hanya bisa bekerja apabila terdapat sumber energi yang alami, pada umumnya sumber radiasi adalah matahari, sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi tertutup awan, debu, asap dan partikel atmosfer lain, pengambilan data dengan cara deteksi pasif tidak bisa dilakukan dengan baik. Contoh sensor pasif yang paling dikenal adalah sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang mempunyai 7 band atau channel :
    • Band 1 (0.45-0.52 _m; biru) - berguna untuk membedakan kejernihan air dan juga membedakan antara tanah dengan tanaman.
    • Band 2 (0.52-0.60 _m; hijau) - berguna untuk mendeteksi tanaman.
    • Band 3 (0.63-0.69 _m; merah) - band yang paling berguna untuk membedakan tipe tanaman, lebih daripada band 1 dan 2.
    • Band 4 (0.76-0.90 _m; reflected IR) - berguna untuk meneliti biomas tanaman, dan juga membedakan batas tanah-tanaman dan daratan-air.
    • Band 5 (1.55-1.75 _m; reflected IR) – menunjukkan kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk membedakan tipe tanaman dan kesehatan tanaman. Juga digunakan untuk membedakan antara awan, salju dan es.
    • Band 6 (10.4-12.5 _m; thermal IR) - berguna untuk mencari lokasi kegiatan geothermal, mengukur tingkat stress tanaman, kebakaran, dan kelembaban tanah.
    • Band 7 (2.08-2.35 _m; reflected IR) – berhubungan dengan mineral; ration antara band 5 dan 7 berguna untuk mendeteksi batuan dan deposit mineral.
Sedangkan pada deteksi aktif, PJ menyediakan sendiri sumber energi untuk menyinari target dan menggunakan sensor untuk mengukur refleksi energi oleh target dengan menghitung sudut refleksi atau waktu yang diperlukan untuk mengembalikan energi.Keuntungan menggunakan deteksi pasif adalah pengukuran bisa dilakukan kapan saja.Akan tetapi sistem aktif ini memerlukan energi yang cukup besar untuk menyinari target. Sebagai contoh adalah radar Dopler, sebuah sistem ground-based, radar presipitasi pada satellite Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), yang merupakan spaceborne pertama yang menghasilkan peta 3-D dari struktur badai.
4.      Teknik dan Unsur Interpretasi Citra
a.       Teknik Interpretasi Citra
Setelah didapat data dari hasil penginderaan jauh, maka data tersebut perlu dianalisis dengan cara interpretasi. Dalam menginterpretasi citra, ada objek yang nampak dan ada yang tidak nampak dalam citra. Untuk itu diperlukan juga teknik interpretsi yang berbeda yaitu.
-          Teknik langsung
Teknik ini digunakan untuk menginterpretasi objek yang sudah Nampak jelas pada citra, seperti penggunaan lahan, vegetasi, jalan dan pola aliran sungai.
-          Teknik tidak langsung
Teknik ini digunakan untuk menginterpretasi objek yang tidak nampak pada citra, misalnya karena tertutup oleh objek lain atau objek terlalu gelap sehingga harus diinterpretasi melalui asosiasi yakni keterkaitan objek tersebut dengan objek lainnya.
b.      Unsur Interpretasi Citra
Untuk menganalisis citra maka diperlukan langkah-langkah tertentu, agar data yang dihasilkan relevan dengan kondisi sebenarnya. Berikut merupakan unsur dalam menginterpretasi citra.
-          Rona/warna
Merupakan karakteristik spectral yang didasarkan pada gelap terangnya suatu objek. Terdapat tiga factor interpretasi dalam rona yaitu, kandungan air (banyaknya kandungan air, maka rona berwarna gelap); kekerasan objek; dan kecerahan objek.
-          Ukuran
Ukuran ini ditunjukkan oleh besar kecilnya suatu objek. Dalam menentukan ukuran ini dapat dihitung secara manual yakni dengan mengukur objek tersebut pada citra dan dikonversikan dengan skala yang digunakan.
-          Bentuk
Bentuk objek dapat membantu dalam menginterpretasi citra. Bentuk tersebut biasanya memberikan ciri khas suatu objek. Misalnya bangunan sekolah yang terlihat berbentuk L, U, atau jalan yang berbentuk lurus memanjang, dsb.
-          Tekstur
Merupakan frekuensi perubahan rona pada citra. Ada tiga tingkatan tekstur yaitu halus, sedang dan kasar. Apabila pantulan berbeda maka tekstur yang dihasilkan yaitu kasar, namun apabila pantulan sama maka tekstur yang dihasilkan yaitu halus.
-          Pola
Merupakan bentuk teratur atau tidaknya suatu objek. Dengan pola, akan diperoleh gambaran objek sebenarnya melalui citra dari objek yang bersangkutan. Misalnya, pola aliran sungai yang berbentuk dendritic, trellis, pinnate, dll.
-          Tinggi
Interpretasi ini dapat digunakan apabila suatu objek memiliki ketinggian. Dapat dihitung dengan mengkonversi skala yang digunakan terutama citra yang memiliki bentuk tiga dimensi dapat diinterpretasi melalui unsur ketinggian tersebut.
-          Bayangan
Bayangan dapat dihasilkan dari objek yang memiliki ketinggian. Bayangan sangat dipengaruhi oleh sudut datangnya sinar matahari pada saat pemotretan. Apabila pemotretan dilakukan pada pagi hari maka bayangan berada di sebelah barat. Jika pemotretan dilakukan pada siang hari maka tidak ada bayangan objek, hal ini karena matahari tegak lurus terhadap objek. Namun apabila pemotretan dilakukan pada sore hari maka bayangan berada di sebelah timur. 
-          Situs
Situs merupakan ciri khas suatu objek. Misalnya sawah memiliki ciri khas berupa pematang, lapangan sepak bola memiliki ciri khas berupa gawang, kebun the ciri khasnya gedeng dan pabrik, dll.
-          Asosiasi
Merupakan hubungan suatu objek dikaitkan dengan objek lain di sekitarnya. Misalnya, sawah berasosiasi dengan sungai, lapangan bola dengan pemukiman, perkampungan berasosiasi dengan jalan dan pekarangan yang ditumbuhi tanaman, dll.

B.     Citra Landsat
1.      Pengertian
Program Landsat adalah sebuah program paling lama untuk mendapatkan citra Bumi dari luar angkasa. Satelit Landsat pertama diluncurkan pada tahun 1972; yang paling akhir Landsat 7, diluncurkan tanggal 15 April 1999. Instrumen satelit-satelit Landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra-citra tersebut diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat di seluruh dunia; dimana merupakan sumber daya yang unik untuk riset perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan, perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Landsat 7 memiliki resolusi 15-30 meter. (wikipedia.com)
Program Landsat terus dikembangkan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. NASA organisasi antariksa Amerika Serikat terus meluncurkan Landsat yang dapat digunakan oleh para ilmuwan, yang pada akhirnya sudah diluncurkan landsat 7 yang hingga kini masih berfungsi.

2.      Komposisi Band yang Digunakan dalam Menginterpretasi Kajian Penggunaan Lahan
Band dalam citra satelit merupakan kanal atau saluran warna. Tidak ada standar band dalam citra, karena setiap citra memiliki band band sendiri. Jumlah band tiap citra juga tidak sama. Landsat TM memiliki 7 band, sedangkan Landsat ETM memiliki 8 band. SPOT memiliki 4 band (multispektral) begitupun dengan Quickbird dan Ikonos memiliki 4 band (multispektral).
Sebagaimana kita ketahui, mata kita secara alami hanya dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,4 sd 0,7 mikrometer, selanjutnya dikenal sebagai sinar tampak. Pada selang panjang gelombang inilah konsep warna kita gunakan untuk mengasosiasikan objek yang diamati oleh mata kita. Panjang gelombang ini terdiri dari tiga 3 warna dasar; merah (R), hijau (G), dan biru (B).
Penampakan warna lain merupakan komposit dari warna dasar tersebut. Dengan kata lain mata normal kita hanya bisa mendeteksi objek melalui asosiasi warna yang ditangkapnya.
Untuk menginterpretasi citra landsat daerah yang akan kita kaji, khususnya kajian Penggunaan Lahan, secara umum untuk menginterpretasi kajian penggunaan lahan ini dapat digunakan dengan RGB 453. Tetapi untuk mendukung dan memperjelas interpretasi tersebut, dapat juga digunakan beberapa kombinasi band, diantaranya:
a.       Kombinasi 4.5.3
Saluran 5 sensitif akan variasi kandungan air, vegetasi berdaun banyak dan kelembapan tanah.  Saluran ini mencirikan tingkat penyerapan air yang tinggi, sehingga memungkinkan deteksi lapisan air yang tipis (kurang dari 1 cm).  Variasi dari kandungan Fe2O pada batuan dan tanah dapat dideteksi, pantulan yang tinggi berarti kandungan yang banyak. Pada kombinasi ini, vegetasi berwarna kemerahan, ketika tanaman mempunyai kondisi kelembapan yang sedikit rendah, tingkat pantulan saluran 5 relatif tinggi, yang berarti semakin banyak warna hijau, sehingga menghasilkan warna oranye. Hijau akan semakin mendominasi ketika pantulan vegetasi semakin rendah di VNIR dan meninggi di SWIR. tanah tanpa vegetasi dan area permukiman akan nampak biru kecoklatan.
b.      Kombinasi 3.2.1
Kombinasi ini merupakan warna natural sehingga merupakan pendekatan terbaik untuk melihat realitas lanskap. Saluran 3 mendeteksi penyerapan klorofil, saluran 2 mendeteksi reflektan hijau dari vegetasi dan saluran 1 cocok untuk penetrasi air, pada perairan jernih bisa masuk sekitar 25 meter, dengan kata lain kita bisa juga mendeteksi transportasi sedimen di perairan. Saluran 1 juga membedakan tanah dan vegetasi serta tipe tipe hutan
c.       Kombinasi 4.3.2
Tipikal kombinasi komposit false color seperti di foto udara. Saluran 4 mendeteksi puncak pantulan dari vegetasi, juga membedakan tipe vegetasi, selain itu membedakan tanah dan perairan. Kombinasi ini menampilkan vegetasi berwarna merah, merah yang lebih terang menandakan vegetasi yang lebih dewasa. Tanah dengan sedikit atau tanpa vegetasi antara putih (pasir atau garam) sampai hijau atau coklat tergantung kelembapan dan kandungan organik. Air nampak biru, perairan jernih akan terlihat biru gelap atau hitam sedangkan perairan dangkal atau air dengan konsentrasi sedimen tinggi akan nampak biru muda. Area permukiman berwarna biru kecoklatan .
d.      Kombinasi 4.5.1
Vegetasi sehat terlihat kemerahan, coklat, oranye dan kuning. Tanah mungkin hijau dan coklat, pemukiman putih, cyan, dan abu-abu, biru terang merepresentasikan area yang dibersihkan dari vegetasi dan area kemerahan merupakan vegetasi yang baru tumbuh, atau padang rumput yang jarang. Perairan yang jernih dan dalam akan berwarna hitam, jika perairan dangkal atau mengandung sedimen maka akan terlihat kebiruan atau biru terang. Untuk studi vegetasi, adanya saluran IR menengah menambah sensitifitas untuk mendeteksi variasi tahap pertumbuhan vegetasi, tetapi interpretasi harus hati-hati jika akuisisi data bertepatan dengan hujan. Saluran 4 dan 5 menunjukkan pantulan tinggi untuk area vegetasi sehat. Kombinasi ini sangat berguna untuk membandingkan area terendam dan are bervegetasi merah dengan warna yang berkaitan di saluran 3.2.1 untuk menjamin interpretasi yang benar. Kombinasi ini tidak bagus untuk studi fitur budaya seperti jalan dan landasan pacu.

C.    Kajian Penggunaan Lahan
1.      Pengertian
Lahan mencakup semua sumber daya alam yang terdapat di permukaan bumi. Lahan biasanya selalu disamakan dengan “land atau tanah”, namun kenyataannya lahan tidak semuanya berupa tanah, karena dapat mencakup pula lautan, rawa, danau dan kolam.
Dalam “Penginderaan Jauh Terapan” terjemahan, Purbowaseso: 1996. Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs), yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi. (Aldrich, 1981).
 Jadi, lahan merupakan segala sumber daya alam yang dimanfaatkan baik dari atas, bawah permukaan bumi dalam suatu bidang geografis.
Sedangkan penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan yang biasanya tidak nampak langsung dari citra. Penggunaan lahan (land use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian, dan permukiman. Penggunaan lahan didefinisikan sebagai "jumlah dari pengaturan, aktivitas, dan input yang dilakukan manusia pada tanah tertentu" (FAO, 1997a; FAO/UNEP, 1999). Penggunaan lahan memiliki efek samping yang buruk seperti pembabatan hutan, erosi, degradasi tanah, pembentukan gurun, dan meningkatnya kadar garam pada tanah.
Manusia mengguanakan lahan yang terdapat di permukaan bumi untuk kebutuhnnya masing-masing. Ada yang mengguanakan lahan sebagai tempat tinggal, sawah , jalan, dsb. Namun tidak semua lahan tersebut dapat digunakan karena bergantung pada potensial atau tidaknya lahan tersebut.

2.      Pembagian Lahan
Sebagaimana disebutkan bahwa manusia tidak dapat menggunakan semua lahan yang terdapat di permukaan bumi, apalagi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomis dari lahan tersebut. Terdapat dua pembagian lahan, yaitu.
a.       Lahan potensial.
Dalam arti sempit lahan potensial dapat diartikan sebagai sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi. Dalam arti yang lebih luas, lahan potensial selalu dikaitkan dengan fungsinya, yakni lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ciri-ciri lahan potensial diantaranya:
-       lahan tersebut telah mengalami perbaikan;
-        lahan memiliki kemampuan untuk lahan produksi;
-        pengolahan lahan tidak banyak mengalami hambatan;
-        biaya produksi sedikit tetapi hasilnya banyak, apalagi bila dikelolanya sangat intensif.
Lahan potensial yang ada di permukaan bumi biasa dimanfaatkan oleh manusia antara lain:
-        pemanfaatan untuk lokasi pertanian;
-        pemanfaatan untuk wilayah pemukiman;
-        pemanfaatan untuk fasilitas-fasilitas social;
-        pemanfaatan untuk pelestarian lingkungan hidup.
b.      Lahan kritis
Yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan baik secara fisik, kimiawi maupun biologis serta tidak dapat menghasilkan keuntungan bagi penggunanya. Lahan kritis dapat terjadi karena:
-       pelapukan (weathering) yang disebabkan oleh factor fisik berupa perubahan suhu yang ekstrim. Sedangkan yang disebabkan oleh factor kimiawi yakni dari curah hujan sehingga mengakibatkan  perubahan sifat kimia pada lahan tersebut;
-       degradasi meliputi erosi, gerakan massa (masswasting) dan banjr;
-       agradasi meliputi proses pengendapan (sedimentasi).
Lahan kritis di wilayah Indonesia pada umumnya banyak ditemui pada daerah-daerah:
-       daerah pantai yang disebabkan oleh adanya abrasi yang kuat;
-       daerah dataran rendah yang disebabkan oleh genangan air dan endapan sedimentasi yang besar;
-       daerah pegunungan yang disebabkan oleh kemiringan lereng yang sangat besar.

3.      Klasifikasi Lahan

                       Pengklasifikasian suatu lahan merupakan pengelompokkan lahan yang memiliki faktor-faktor pembatas permanen yang sama. Dalam pengklasifikasian, lahan dikelompokkan menjadi delapan kelas kemampuan lahan. Garis besar dari pengklasifikasian tersebut adalah.
a.    Kelas I, merupakan lahan untuk segala jenis penggunaan tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang spesifik. Tanah pada kelas ini tidak memiliki penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat ditanam dengan tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukkan dan pemeliharaan sangat diperlukan untuk mempertahankan kesuburan dan produktivitasnya. Lahan ini dicirikan dengan lereng yang datar, bahaya erosi yang sangat kecil, solum tanah dalam, drainase baik, mudah untuk diolah, dapat menahan air dengan baik, responsif terhadap pemupukkan, tidak terancam banjir, iklim mikro yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman.
b.      Kelas II, merupakan lahan yang sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Jika digarap untuk tanaman semusim, maka perlu diadakan tindakan konservasi seperti strip cropping, crop rotation dengan penutup tanah, guludan (galengan), dan pemupukkan. Ciri-ciri dari lahan kelas ini adalah lereng landai, kepekaan erosi sedang, tekstur tanah halus, solum tanah agak dalam, struktur tanah kurang baik, salinitas ringan sampai sedang, kadang terjadi banjir, drainase sedang, iklim mikro agak kurang untuk tanaman.
c.       Kelas III, merupakan lahan yang dapat digunakan untuk berbagai jenis usaha pertanian dengan hambatan dan ancaman yang lebih besar dari pada lahan kelas II. Penggunaan lahan kelas ini memerlukan usaha-usaha pengawetan seperti perbaikan drainase, strip cropping, crop rotation, terrasering, pemupukkan, dll. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng bergelombang atau miring, drainase buruk, solum tanah sedang, permeabilitas tanah bagian bawah lambat, peka terhadap erosi, kapasitas menahan air rendah, kesuburan tanah rendah, sering terjadi banjir, lapisan cadas dangkal, salinitas sedang, hambatan iklim agak besar.
d.      Kelas IV, merupakan lahan yang memiliki faktor penghambat lebih besar dibandingkan dengan lahan kelas III. Faktor penghambat pada lahan kelas ini adalah lereng yang miring atau berbukit (15%-30%), kepekaan erosi besar, solum tanah dangkal, kapasitas menahan air rendah, drainase jelek, salinitas tinggi, iklim kurang menguntungkan.bila lahan ini akan digunakan untuk tanaman semusim, maka perlu dibuatkan teras-teras, saluran drainase, crop rotation dengan penutup tanah.
e.       Kelas V, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk tanaman semusim. Ciri-ciri lahan ini adalah lereng datar atau cekung, sering tergenang dan banjir, berbatu-batu, pada sistem perakaran tumbuhan sering ditemui catclay, berawa-rawa. Lahan ini cocoknya untuk hutan produksi, hutan lindung, padang penggembalaan, atau suaka alam.
f.       Kelas VI, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian. Penggunaannya terbatas untuk padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng agak curam (30%-45%), ancaman erosi berat, solum tanah sangat dangkal, berbatu-batu, iklim tidak sesuai. Pengelolaan lahan ini dapat dapat diusahakan dengan cara pembuatan teras bangku, strip cropping, penutupan tanah dengan rumput perlu selalu diusahakan.
g.      Kelas VII, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian. Jika ingin dipaksakan harus digunakan teras bangku yang ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng curam (45%-65%), tererosi berat, solum tanah sangat dangkal, dan berbatu-batu.
h.      Kelas VII, merupakan lahan yang sangat tidak cocok untuk pertanian. Lahan ini harus senantiasa didiamkan dalam keadaann alami. Lahan kelas ini sangat berguna untuk hutan lindung, cagar alam, atau tempat rekreasi. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng yang sangat curam (>65%), berbatu-batu, kapasitas menahan air sangat rendah, solum tanah sangat dangkal, sering terlihat adanya singkapan batuan, kadang-kadang seperti padang pasir berbatu (Jamulya dan Sunarto, 1991).
                        Kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng semuanya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Kemiringan lereng dapat dilihat dari peta topografi dan peta tanah. Kemiringan suatu lereng dikelompokkan sebagai berikut :
-          Datar 0 – 3%
-          Landai atau berombak 3% - 8%
-          Agak miring atau bergelombang 8% - 15%
-          Miring atau berbukit 15% - 30%
-          Agak curam 30% - 45%
-          Curam 45% - 65%
-          Sangat curam lebih dari 65%
4.      Interpretasi Objek Penggunaan Lahan
Interpretasi dapat diartikan sebagai suatu penafsiran dengan menggunakan teknik tertentu. Dalam melakukan praktik penggunaan lahan melalui teknik penginderaan jauh tidaklah mudah untuk menentukan suatu objek, untuk itu perlu adanya interpretasi objek agar memudahkan dalam memeroleh data. Adapun pola penggunaan lahan yang biasanya terdapat di objek permukaan bumi di antaranya.
a.    Perkebunan
Tipe penggunaan ini umumnya dicirikan oleh adanya tanaman keras seperti kelapa, bambu dan lainnya sebagainya, atau berupa tanaman buah-buahan seperti mangga, durian, nangka, pisang, melinjo, pepaya dan lain-lain.  Tanaman ini  ditanam secara bersama-sama dengan pola pertanaman yang kurang teratur.  Penyebarannya cukup merata di seluruh daerah pantai Selatan Jawa Barat, umumnya menempati daerah sepanjang jaringan jalan-jalan desa atau berkelompok pada daerah-daerah dekat pemukiman/pekarangan pendudukan setempat.
Perkebunan yang ada di lapangan kebanyakan merupakan perkebunan jati.
b.      Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhanlainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulatorarus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Hutan yang ada di lapangan sama dengan yang di citra yaitu terdapat hutan yang homogen dan heterogen serta terdapat kerapatan tinggi dan hutan kerapatan rendah.






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti pada praktikum kali ini adalah metode kualitatif. Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).
Terdapat lima karakteristik dalam metode penelitian kualitatif di antaranya: penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat deskriptif analitik, tekanan pada proses bukan hasil, bersifat induktif, dan mengutamakan makna.
Dari ciri-ciri di atas, memang penelitian praktikum yang dilaksanakan hampir mencakup semuanya. Dalam pelaksanaannya peneliti menggunakan lingkungan atau daerah Pelabuhan Ratu sebagai sumber data dengan terjun langsung ke daerah tersebut. Selanjutnya data yang diperoleh merupakan hasil dari pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, yang disusun peneliti di lokasi penelitian yang selanjutnya diperkuat dengan teori yang ada. Peneltian ini pun tidak menekankan terhadap hasil namun proses yang dilakukan yang lebih ditekankan sehingga peneliti dalam mendapatkan informasi menggunakan beberapa pertanyaan seperti apa, mengapa dan bagaimana.
Dengan demikian, metode yang cocok digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode kualitatif karena bersifat alamiah dan sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.



B.     Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat merupakan prosedur penelitian yang meliputi kapan dan dimana dilaksanakannya penelitian lapangan.
1.      Waktu: Hari Jumat-Minggu/Tanggal 12-14 Desember 2014.
2.      Lokasi: Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Adapun tempat-tempat yang akan di cek di lapangan oleh kelompok kajian Penggunaan Lahan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Lokasi yang di teliti
Plot
Objek Kajian
Koordinat
Desa
Kecamatan
BT
LS
1
Perkebunan 2
106°35'18,51"
7°0'0,27"
Citarik
Pelabuhan Ratu
2
Hutan Kerapatan Rendah
106°35'40,56"
6°59'0,93"
Citarik
Pelabuhan Ratu

C.    Populasi dan Sample
1.      Dalam praktikum kali ini penulis melakukan observasi laboratorium di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Populasi yang diambil dalam kegiatan praktikum ini adalah jenis-jenis penggunaan lahan yang ada di daerah Pelabuhan Ratu meliputi pemukiman, tegalan/ladang, semak belukar, hutan kerapatan tinggi, hutan kerapatan rendah, hutan homogen, hutan mangrove, sawah, perkebunan dan lahan kosong. (Gambar 3.1 Populasi yang di ambil).
2.      Sedangkan sampel yang diambil dalam kegiatan praktikum ini adalah penggunaan lahan meliputi hutan kerapatan rendah dan perkebunan di desa Citarik Pelabuhan Ratu. (Gambar 3.2 Sampel yang di ambil)


Gambar 3.1 Populasi yang di ambil
Sumber: Citra Landsat 2001
Gambar 3.2 Sampel yang diambil
Sumber: Citra Landsat 2001

D.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah.
1.      Kompas
Kompas adalah alat navigasi untuk menentukan arah berupa sebuah panah penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet bumi secara akurat.
2.      GPS
Global Positioning System (GPS) adalah sebuah system navigasi berbasiskan radio yang menyediakan informasi berupa titik koordinat, kecepatan, ketinggian dan waktu pengguna di seluruh dunia.
GPS ini sangat diperlukan karena untuk mencocokkan koordinat yang sedang dikaji antara di laboratorium dan di lapangan.
3.      Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan berupa buku catatan, pensil, balpoin, peggaris, busur derajat.
4.      Kamera
Kamera merupakan seperangkat perlengkapan yang berfungsi untuk mengabadikan suatu objek.
Kamera ini sangat diperlukan untuk mengabadikan hasil penelitian di lapangan.
5.      Laptop
Laptop ini berfungsi untuk mengolah data yang telah dimiliki. Selain itu laptop ini juga berperan dalam penggunaan aplikasi ER Mapper yang digunakan untuk menginterpretasi citra.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah.
1.      Peta Rupa Bumi Indonesia
Dalam penelitian peta RBI yang digunakan adalah Peta Rupa Bumi Indonesia Pelabuhan Ratu lembar 1209-111, Peta RGB ini berfungsi untuk menyamakan dengan peta citra landsat agar hasilnya lebih teliti dan benar.


2.      Peta Hasil Interpretasi
Dalam penelitian peta Citra Landsat yang digunakan adalah Citra landsat Pantai Selatan Jabar, khususnya di daerah Pelabuhan Ratu.

E.     Teknik Pengumpulan data
1.    Studi literatur
Studi literatur ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan variabel-variabel yang akan diteliti, selain itu untuk menentukan hal-hal apa saja yang akan dilakukan saat di lapangan ataupun setelah di lapangan. Dalam studi literatur ini kami mencari konsep-konsep dan teori-teori yang mendukung dan relevan dengan penelitian.
2.    Interpretasi citra
Untuk dapat menentukan objek kajian penggunaan lahan di daerah Pelabuhan Ratu, peneliti melakukan interpretasi citra landsat daerah tersebut yang sebelumnya telah peneliti batasi daerah mana yang akan di teliti. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan saat berada di tempat penelitian, selain itu interpretasi citra ini bertujuan untuk melihat objek penggunaan lahan yang peneliti interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
Interpretasi citra ini di lakukan sebelum pergi ke lapangan dengan menggunakan software ER Mapper 6.4. ER Mapper ini merupakan salah satu software dari banyak software yang digunakan untuk mengolah data citra atau satelit.
3.    Survey Lapangan
Survey lapangan ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan hasil interpretasi yang dilakukan di laboratorium dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Apakah masih sesuai dengan citra yang kami interpretasi atau telah berubah. Untuk mengetahui hal tersebut, kami pergi ke titik koordinat yang sebelumnya sudah ditetapkan di laboratorium.


4.    Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana keadaan sosial di sekitar daerah kajian. Selain itu, wawancara ini dapat membantu untuk menanyakan apakah daerah objek kajian pada tahun 2007 merupakan penggunaan lahan yang sesuai dengan citra landsat jika daerah yang kami teliti ternyata telah berubah.
5.    Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mendokumentasikan catatan, foto, ataupun dokumen-dokumen yang selanjutnya berguna sebagi bukti di laporan praktikum.
6.    Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan untuk mengolah data hasil penelitian di lapangan, dan selanjutnya melihat akurasi data yang diperoleh dan membandingkan data yang didapat di lapangan dengan data yang terdapat di citra landsat.

F.     Teknik Analisis Data
1.    Teknik Analisis Data Citra
Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah menganalisis data per plot. Setiap plotnya peneliti mengambil satu sampel kajian penggunaan lahan yang sebelumnya telah dianalisis dalam peta citra. Sehingga ploting yang dilakukan di lapangan itu berdasarkan hasil analisis citra. Adapun langkah-langkah proses digitasi citra landsat adalah sebagai berikut.
-       Menggabungkan citra band menjadi satu peta.
-       Cropping peta citra sesuai daerah kajian yang akan dikaji.
-       Memasukkan RGB penggunaan lahan dengan kombinasi 4.5.3 dan kombinasi 4.3.2 untuk vegetasi.
-       Digitasi/analisis kajian penggunaan lahan sekaligus memploting masing-masing kajian yang akan dicek di lapangan.
-       Klasifikasi citra penggunaan lahan.
-       Layout citra hasil analisis                    
              
2.    Interpretasi Citra
Interpretasi citra haruslah dilakukan karena untuk memudahkan dalam pelaksanaan praktikum. Dalam interpretasi citra Landsat Pelabuhan Ratu ini khususnya dalam kajian penggunaan lahan peneliti dibantu dengan peta Rupabumi Indonesia lembar Pelabuhan Ratu dan Ci Dadap. Penggunaan peta rupa bumi ini mempermudah peneliti dalam menganalisis daerah objek kajian baik persiapan sebelum ke lapangan maupun ketika di lapangan.


3.      Tabel Interpretasi
Tabel 3.2 Interpretasi Citra
No

Koordinat
Rona
Ukuran
Bentuk
Tekstur
Pola
Tinggi
Bayangan
Situs
Asosiasi
Objek
RGB
1
106035’1,25” BT
6059’38,6” LS
Sedikit Gelap
Sedang
Tidak Beraturan
Kasar
Tidak Teratur
-
Ada
Terdapat jalan-jalan setapak serta ditumbuhi oleh vegetasi yang berukuran relatif kecil, jenisnya cenderung homogen serta kerapatannya rendah.
Objek ini berasosiasi dengan semak belukar dan tegalan.
Hutan Kerapatan Rendah
432
2
106035’18,51” BT
700’0,27” LS
Sedikit Gelap
Sedang
Persegi/Persegi Panjang
Sedikit Kasar
Teratur
-
-
Terdapat Gazebo/Saung
Objek ini berasosiasi dengan hutan dan tegalan serta objek ini dilalui oleh jalan.
Perkebunan
453

BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Deskripsi Umum Daerah Penelitian

Lokasi praktikum penginderaan jauh kajian penggunaan lahan bentukan hutan kerapatan rendah terletak di Desa Citarik- Kecamatan Pelabuhan ratu, Kabupaten Sukabumi. Derah pelabuhan ini merupakan sebuah teluk pulau jawa sebelah barat, berbatasanlangsung dengan provinsi Banten dan Cainjur. Dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan laut lepas Samudera Hindia. Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 sampai 107º Bujur Timur 60º57 - 70º25 Lintang selatan dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut:

1.      Kondisi Fisik
a.       Iklim
Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun Klimatologi Maringanan dan hasil studi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi (2003), kawasan Pelabuhan Ratu dan sekitarnya memiliki iklim:
1)      Curah Hujan; rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.565 mm, rata-rata curah hujan bulanan adalah 84 – 376 mm. Berdasarkan curah hujan tersebut, musim hujan berlangsung dari bulan November hingga April, dingan 1.662 mm (71%) dari curah hujan bulanannya mencapai 192 mm.
2)      Temperatur dan Kelembaban Udara; temperatur rata-rata bulanan berkisar antara 25,8 – 28,8 0C dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober hingga Maret.
3)      Kecepatan Angin; kawasan Pelabuhan Ratu dan sekitarnya mempunyai musim (Mansoon Climate) dan pola angin yang dipengaruhi oleh musim Barat dan musim Timur. Secara umum angin biasanya berhembus ke arah Barat – Barat Daya selama musim Timur, selama periode ini angin biasanya sangat kencang dengan kecepatan 20 m/detik. Pada musim Barat angin berhembus ke arah Timur – Tenggara, selama periode ini dan juga selama waktu transisi kecepatan angin bervariasi dari lemah sampai sedang dan jarang mencapai kecepatan 10 m/detik. Hasil data angin di stasiun Maranginan dari tahun 1985– 1991 diperoleh gambaran bahwa kecepatan angin paling kencang (> 20km/jam) yang bertiup pada bulan Agustus – Desember. Secara keseluruhan angin dominan bertiup dari Tenggara (22,6 %) dan Barat (13,6 %). Untuk lebih jelasnya mengenai arah tiupan angin di Teluk Pelabuhan Ratu yang terjadi selama satu tahun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Arah Angin
Sumber: BLH Kab. Sukabumi 2003

b.      Geologi
               Secara fisiografi wilayah pesisir Pelabuhan Ratu merupakan dataran pantai yang berada pada muara Sungai Cimandiri, Sungai Cipalabuan–Cigangsa, Sungai Citepus, Sungai Sukawayana, Sungai Cimaja, Sungai Cipawenang, Sungai Cisolok, Sungai Citiis, Sungai Cibangban, Sungai Cihaur dan Sungai Cibareno serta dikelilingi oleh Gunung Butak, Gunung Cabe, Gunung Handeuleum, Gunung Gado dan Gunung Habibi. Sedangkan sebelah Utara dan Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Lahan didaerah lorong perbukitan ditutupi oleh hutan, perkebunan dan lahan pertanian, sedangkan dataran dan lembah sungai banyak dipergunakan untuk persawahan, pemukiman serta pariwisata.
c.       Hidrologi
1)      Air Tanah; Air tanah dangkal pada umumnya tersebar mengikuti bentuk topografi, di daerah datar air tanah dangkal ini relatif dangkal, sedangkan di daerah perbukitan air tanahnya lebih dalam. Dari pengamatan lapangan, air tanah dangkal pada daerah datar kedalamannya mencapai sekitar 3 – 5 meter. Sedangkan di daerah perbukitan kedalamannya bisa mencapai > 5 meter. Kisaran air tanah tersebut dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama oleh curah hujan. Air tanah dangkal ini merupakan sumber air bagi masyarakat setempat. Sedangkan air tanah dalam tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan yang sifatnya lokal. Kedalaman air tanah dalam ini mencapai 50 meter. Air tanah dalam ini hanya dimanfaatkan oleh pengusaha seperti perhotelan (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003).
2)      Air Permukaan; Air permukaan di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu bersumber dari sungai yang berjumlah ± 10 sungai yang bermuara langsung ke laut.
Citarik adalah desa di kecamatan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Desa Citarik terletak kurang lebih 6 km di sebelah timur kota Palabuhanratu, ibukota kecamatan dan juga kabupaten.
Batas-batas wilayah desa ini, di antaranya:
·      Sebelah utara: Desa Sampora
·      Sebelah timur: Desa Cikadu
·      Sebelah selatan: berbatasan langsung dengan sungai Citarik dan Cimandiri
·      Sebelah barat: Kelurahan Palabuhanratu dan Desa Buniwangi
Memiliki luas total 1.011,05 ha, secara kewilayahan Citarik terdiri dari 4 kedusunan yaitu Dusun Nagrog, Dusun Tegal Lega, Dusun Ciawun, dan Dusun Jayanti. Selanjutnya terbagi lagi ke dalam 14 rukun warga (RW) dan 67 rukun tetangga (RT).
2.      Kondisi Sosial
Mata pencaharian masyarakat di daerah Pelabuhan Ratu umumnya adalah sebagai nelayan, lalu sebagai pedangang dan ada pula yang bertani.
Di Pelabuhan Ratu juga banyak berdiri hotel-hotel yang diperuntukkan bagi pengunjung. Selain hotel besar dan mewah seperti Samudera Beach Hotel, di daerah ini terdapat pula sejumlah hotel dan losmen kecil, Pondok Dewata resor adalah salah satu villa mewah yang cukup laris dikunjungi wisatawan. Tidak berapa jauh dari Pantai Pelabuhan Ratu terdapat beberapa lokasi wisata lainnya. Pantai Karanghawu, yang letaknya sekitar 20 km dari pusat kota Pelabuhan Ratu, merupakan pantai karang yang menjorok ke laut dan berlubang di beberapa bagian itu. Bentuk karangnya lebih mirip tungku, dalam bahasa Sunda disebut "Hawu". Pantai-pantai lain yang terletak di daerah ini antara lain adalah Pantai Cibareno, Cimaja, Cibangban, Break Water, Citepus, Kebon Kelapa, dan Tenjo Resmi.
Sekitar 17 km dari Pantai Pelabuhan Ratu terdapat sumber air panas di Cisolok, yang airnya mengandung belerang yang tinggi dan berguna bagi kesehatan. Di seputar Pelabuhan Ratu, paling tidak ada sembilan titik lokasi untuk berselancar, yaitu di Batu Guram, Karang Sari, Samudra Beach, Cimaja, Karang Haji, Indicator, Sunset Beach, Ombak Tujuh sampai Ujung Genteng. Masing-masing pantai mempunyai ombak dengan karakteristik tersendiri.
Masyarakat pantai selatan khususnya masyarakat Pelabuhan Ratu percaya adanya penguasa laut selatan yaitu Ratu Kidul. Konon, ia adalah seorang ratu yang cantik bagai bidadari. Di Laut Selatan -nama lain dari Samudra Hindia- sebelah selatan Pulau Jawa, ia bertahta pada sebuah kerajaan makhluk halus yang besar dan indah.
Pada bulan April biasanya masyarakat sekitar Palabuhanratu mengadakan ritual upacara adat Hari Nelayan. Hari Nelayan dimaksudkan sebagai syukuran atas rezeki yang telah mereka dapatkan dari hasil laut dan agar dijauhkan dari bencana. Biasanya dalam upacara ini disediakan sesaji berupa kepala kerbau yang nantinya akan dilarung ke tengah laut.

B.     Interpretasi Objek Penggunaan Lahan
Tabel 4.2 Interpretasi Objek
Nama
No sampel
Koordinat
Kesesuaian
Keterangan
BT
LS
Hutan Kerapatan Rendah
1
106035’1,25”
6059’38,6”
Sama
Hutan Kerapatan Rendah
Perkebunan
1
106035’18,51”
700’0,27”
Sama
Kebun
Sumber: Cek Lapangan Tahun 2014


Tabel 4.3 Uji Akurasi
No.
Objek Observasi di Lapangan
Total Sampel
Kenyataan di Lapangan
Presentase Ketepatan
M1
M2
1.
M1
1
v
-
100%
2.
M2
1
-
v
100%
M1 = Hutan Kerapatan Rendah
M2 = Perkebunan
Sumber: Cek Lapangan Tahun 2014

Dari table di atas setelah di analisis, hasilnya sama persis dengan interpretasi yang dilakukan di laboratorium dan memiliki keakuratan 100%.

C.    Analisis
Setelah melakukan penelitian ke Pelabuhan Ratu dan setelah diamati dan dianalisis melalui citra diperoleh data tentang jenis-jenis penggunaan lahan yang terdapat di Pelabuhan Ratu yaitu hutan kerapatan rendah dan perkebunan.



1.      Hutan Kerapatan Rendah


Gambar 4.1 Citra Landsat 2001



      
Gambar 4.2 Hutan dari arah Barat           Gambar 4.3 Hutan dari arah Utara
Sumber: Foto Lies dan Wildan 2014                        Sumber: Foto Lies dan Wildan 2014

Pada RGB 432 hutan kerapatan rendah berwarna merah muda seperti yang ditunjukan oleh tanda panah. Hutan kerapatan rendah mengambil sampel di daerah Citarik dengan koordinat 106035’1,25” BT dan 6059’38,6” LS. Data citra dengan cek lapangan terdapat kesesuaian yang sama.  Pengamat tidak bisa terjun langsung ke dalam hutan tersebut karena medan serta kondisi yang tidak memungkinkan, sehingga pengamat hanya bisa mengambil gambar hutan tersebut dari dua sisi saja yakni sisi Barat dan sisi Utara. Dari titik pengambilan gambar berjarak 60 m menuju koordinat yang dituju. Setelah dianalisis, hutan tersebut tidak terlalu rapat dan lokasinya pun masih berdekatan dengan jalan serta beberapa rumah warga. Tidak jauh dari objek hutan ini terdapat industry pengolahan pasir sehingga objek hutan ini sedikit terkontaminasi oleh industry tersebut. Mungkin saja untuk 10 tahun ke depan hutan tersebut akan beralih fungsi menjadi objek lain.
Tabel 4.4 Matriks Uji Ketelitian
Objek Kajian Lapangan
M
Total Sample
1
Kenyataan di Lapangan
1
Persentase Ketepatan (%)
100
Keterangan
M= Hutan Kerapatan Rendah
PK=
= 100 %

Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %
Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %
Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %
Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %





2.      Perkebunan



Gambar 4.4 Citra Landsat 2001

       Gambar 4.5 Kebun dari arah Barat            Gambar 4.6 Kebun dari arah Utara
Sumber: Foto Lies dan Wildan 2014                        Sumber: Foto Lies dan Wildan 2014
Pada RGB 453 perkebunan berwarna hijau muda seperti yang ditunjukan oleh tanda panah. Perkebunan mengambil sampel di daerah Citarik dengan koordinat 106035’18,51” BT dan 700’0,27”LS. Data citra dengan cek lapangan sesuai. Sejatinya perkebunan memiliki areal yang sangat luas dan biasanya dimiliki oleh instansi tertentu, memiliki pola tanam yang teratur serta di tumbuhi oleh tanaman yang homogen. Setelah di cek ke lapangan ternyata objek tersebut merupakan kebun yang tidak terlalu luas dan perkebunan tersebut milik warga setempat bukan milik instansi pemerintah, meskipun yang di tanam merupakan tumbuhan homogen. Karena letak kebun tersebut masih sekitaran hutan kerapatan tinggi dan semak belukar, sehingga pengamat tidak terjun langsung ke objek tersebut karena medan dan kondisi yang tidak memungkinkan. Namun pengamat diberikan informasi bahwa benar ada kebun di lokasi tersebut. Titik pengamat menuju koordinat yang dituju berjarak 95 m.
Tabel 4.5 Matriks Uji Ketelitian
Objek Kajian Lapangan
M
Total Sample
1
Kenyataan di Lapangan
1
Persentase Ketepatan (%)
100
Keterangan
M= Perkebunan
PK=
= 100 %

Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %
Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %
Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %
Keterangan:
M= Tegalan

PK=
= 100 %






D.    Aplikasi Penggunaan Lahan
Setelah di identifikasi, data penggunaan lahan dapat digunakan untuk perencanaan wilayah kota. Mengingat wialyah Pelabuhan Ratu merupakan wilayah yang sedang diperhatikan oleh pemerintah setempat dan ada rencana pemekaran yakni akan berpisah dengan kabupaten Sukabumi dan akan berdiri sendiri sebagai kabupaten Sukabumi Selatan. Dengan begitu, data ini sangat membantu untuk perencanaan wilayah khususnya dalam penggunaan lahan untuk dibangun menjadi objek yang lebih bermanfaat bagi kehidupan ummat manusia di muka bumi ini.


















BAB V
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik Pelabuhan Ratu sangatlah beragam baik itu dilihat dari aspek geologi, tofografi, geomorfologi, hidrologi, marine, dsb. Adapun dalam aspek social budaya, masyarakat Pelabuhan Ratu masih memegang erat kepercayaan nenek moyang yaitu dengan percayanya penunggu pantai selatan Pelabuhan Ratu yakni Nyi Roro Kidul dengan membawa sesajen pada hari-hari tertentu untuk dipersembahkan kepada penunggu pantai tersebut.
Adapun desa Citarik merupakan bagian dari wilayah Pelabuhan Ratu yang terletak di sebelah timur kota Pelabuhan Ratu. Dalam aspek penggunaan lahan, desa ini sudah memanfaatkan lahannya dengan sebaik mungkin yakni dimanfaatkan untuk pemukiman, ladang/tegalan, sawah, perkebunan dan hutan.
Persebaran penggunaan lahan hutan kerapatan rendah dan perkebunan di dalam citra landsat 2001 wilayah Pelabuhan Ratu yakni tersebar di beberapa wilayah di antaranya di desa Citarik, desa Cidadap dan desa Pelabuhan Ratu. Adapun persebaran tersebut sangat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan.
Di desa Citarik Pelabuhan Ratu merupakan sampel yang peneliti ambil untuk meneliti hutan kerapatan rendah dan perkebunan dengan jumlah masing-masing satu sampel. Dari hasil pengamatan bahwa terdapat keakuratan data pada citra landsat dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan dengan keakuratan 100%.
Dari hasil pengamatan penggunaan lahan ini, dapat dimanfaatkan untuk perencanaan wilayah atau pembangunan ke depannya sehingga mampu menjadi objek yang bermanfaat bagi kehidupan manusia di masa mendatang.




B.     Saran
Peneliti menyarankan bahwa data yang telah didapat dari hasil pengamatan ini agar dimnfaatkan dengan sebaik mungkin baik itu digunakan oleh mahasiswa dan dosen sebagi acuan penelitian selanjutnya maupun oleh pemerintah atau instansi tertentu sebagai perencanaan wilayah atau pembangunan desa dan kota ke depannya  sehingga mampu menjadi objek yang bermanfaat bagi kehidupan manusia di masa mendatang.


























DAFTAR PUSTAKA

Hatami, Prama. 2008. Analisis Wilayah Periairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Laporan Penelitian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Purbowaseso, Bambang. 1996. Pengindraan Jauh Terapan (Terjemahan dari C.P. Lo Universitas Georgia). Jakarta: UI-PRESS
Sugandi, Dede. 2010. Penginderaan Jauh dan Aplikasinya. Bandung: Buana Nusantara Press

Website:
Anonim. (2013). Penginderaan Jauh untuk Penggunaan Lahan. [Online]. Tersediadi: http://referensigeography.blogspot.com/2013/05/penginderaan-jauh-untuk-penggunaan-lahan.html. Diakses 14 November 2014.
Anonim (2013). Klasifikasi Penggunaan Lahan. [Online]. Tersedia di: http://sigpj.blogspot.com/2011/03/klasifikasi-penggunaan-lahan.html. Diakses 6 Desember 2014
Oktaviani, Rizki. (2012). Pengenalan Jenis-jenis Citra Satelit. [Online]. Tersedia di http://rizkyoktaviani.blogspot.com/2012/07/pengenalan-jenis-jenis-citra-satelit.html [Diakses 16 November 2014 pkl 12.30]

1 komentar :