Jumat, 05 September 2014

TAFSIR ALMISBAH



QS AN-NAHL

KELOMPOK 5
AYAT 65
Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)”.
Kelompok ayat ini kembali menguraikan bukti-bukti keesaan Allah, serta aneka nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Al-Quran yang diturunkan Allah itu menghidupkan jiwa manusia dan air yang diturunkan-Nya juga menghidupkan jasmani bahkan tumbuh-tumbuhan.
Dapat dikatakan bahwa hujan yang diturunkan Allah untuk menghidupkan bumi setelah kematiannya adalah bukti kuasa Allah menghidupkan kembali yang telah mati dan mengadakan kebangkitan. Ini tidak ubahnya dengan menghidupkan tanah yang mati itu.
AYAT 66
“Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)”.
Ayat ini memulai dengan sesuatu yang paling banyak dan dekat dalam benak masyarakat Arab kala itu, yakni binatang ternak. Dan untuk itu disebut susu yang dihasilkannya, dan dengan demikian, bertemu dua minuman yang keduanya dibutuhkan manusia dalam rangka mkanan yang sehat dan sempurna yakni susu.
Sayyid Qutthub berkomentar bahwa hakikat ilmiah yang diungkap oleh ayai ini, yakni keluarnya susu antara sisa-sisa makanan dan darah, tidaklah diketahui oleh umat manusia.
AYAT 67
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”.
Buah-buahan yang dapat dimakan sekaligus dapat menghasilkan minuman. Hanya saja, minuman tersebut dapat beralih menjadi sesuatu yang buruk dan memabukkan. Dari sisi lain, karena untuk wujudnya minuman tersebut diperlukan upaya manusia, ayat ini menegaskan upaya manusia membuat minuman dari buah-buahan.
Ayat ini menegaskan bahwa kurma dan anggur dapat menghasilkan dua hal yang berbeda, yaitu minuman memabukkan dan rezeki yang baik.
AYAT 68-69
” Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia".
“kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.
Setelah menyebut minuman susu dan anggur, kini disebutkan madu.  Ibn Asyur menilai bahwa penempatan uraian tentang susu dan perasan buah-buahan secara bergandengan karena keduanya melibatkan tangan guna memerolehnya. Al- Biqai berpendapat bahwa karena pembuktian tentang kekuasaan Allah melalui lebah jauh lebih mengagumkan daripada kedua sumber minuman yang disebut sebelumnya.
Kata An-Nahl yakni lebah. Kata ini terambil dar kata yang bermakna menganugerahkan.
Redaksi ayat ini menurut Ibn Asyur telah mengisyaratkan bahwa madu bukanlah obat semua penyakit.
Pakar penyusun tafsir al-Muntakhab menulis bahwa madu mengandung dalam porsi yang besar unsur fruktosa dan perfentous, yaitu semacam zat gula yang sangat mudah dicerna. Disamping itu madu juga memiliki kandungan vitamin yang cukup tinggi, terutama vitamin B kompleks.
AYAT 70
“Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”.
Ayat ini mengarahkan pandangan kepada diri mereka dengan menyebut tahap-tahap perjalanan usianya. Yakni masa bayi dan masa remaja, masa kedewasaan, masa tua dan masa pikun.
AYAT 71
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”.
Ayat ini menguraikan perbedaan rezeki. Ada juga ulama yang memahami ayat ini dalam arti anjuran kepada para pemilik harta agar menyerahkan dari sebgaian rezeki yang mereka peroleh kepada kaum yang lemah, yakni para budak dan fakir miskin.
Terdapat penekanan uraian dalam hal keesaan Allah dan keniscayaan hari kemudian, bukan pada anjuran bersedekah dan membantu fakir miskin.
AYAT 72
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?".
Tentang rezeki Allah kepada manusia, dalam hal ini pasangan hidup dan buah dari keberpasangan itu. Ayat ini menggarisbawahi nikmat pernikahan dan anugerah keturunan.
Para pakar menyatakan bahwa wanita menghasilkan apa yang ada dalam dirinya dinamai enstrogen, yakni hormone cinta dan progesterone atau hormone keibuan. Dengan hormone pertama, ia akan terus memelihara kecantikannya dan dengan hormone kedua ia terdorong dan bersedia mengorbankan kecantikannya demi anknya.
AYAT 73-74
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezeki kepada mereka sedikit pun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit jua pun)”.
“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Ayat ini lanjutan kecaman terhadap orang-orang kafir yang tidak mempersembahkan rasa syukur atas nikmat yang mereka peroleh. Ibadah adalah salah satu perwujudan syukur kepada Allah.
Ayat ini kembali berbicara tentang tujuan aneka anugerah Allah yakni mengesakan Allah, mengakui kenabian dan ketetapan-ketetapan yang mereka sampaikan, serta keniscayaan hari kemudian.
AYAT 75
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui”.
Allah menjelaskan kebathilan keyakinan mereka dengan memberi perumpamaan
Ayat ini bagaikan mempersamakan keadaan berhala dan sesembahan kaum musyrikin dengan budak belian yang tidak memiliki kemampuan sedikit pun, dan keadaan Allah dalam limpahan karunia-Nya dengan seorang merdeka, lagi kaya raya dan bebas mengatur dan menetapkan kehendaknya. Jelas kedua orang itu tidak sama.
AYAT 76
“Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus?”.
Ayat ini membandingkan antara kafir dan muslim dengan menyatakan dan disamping perumpamaan yag lalu. Perumpamaan ini adalah untuk membuktikan betapa jauh jarak antara derajat seorang mukmin dan kafir.

KELOMPOK 6
AYAT 77
“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Kelompok ayat ini lebih banyak menekankan tentang kehadiran hari kiamat serta bukti kekuasaan Allah yang dapat mengantar siapa pun yang membuka mata hati dan pikirannya kepada kesimpulan keniscayaannya.
“Allah juga Maha Mengetahui segala yang gaib”
 Gaib ada dua macam, pertama gaib mutlak (yang tidak dapat terungkap sama sekali), hanya Allah yang mengetahuinya. Kedua, gaib relatif (tidak diketahui tapi boleh jadi diketahui orang lain).
Ayat ini dapat dipahami dalam arti bahwa persoalan kiamat adalah yang sangat mudah bagi Allah. Peristiwa kiamat itu seperti kerlingan mata, bahkan lebih mudah dan cepat daripada kerlingan mata itu.
AYAT 78
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Ayat ini dapat juga dihubungkan dengan ayt lalu yang menyatakan bahwa uraiannya merupakan salah satu bukti kuasa Allah menghidupkan kembali siapa yang meninggal dunia serta kebangkitan pada hari kiamat.
Didahulukannya kata pendengaran dari penglihatan merupakan perurutan yang sungguh tepat karena memang ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indra pendengaran berfungsi mendahului indra penglihatan.
Dari sini pula al-Quran disamping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal, yakni daya pikir yang mengasuh pula daya kalbu.
AYAT 79
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman”.
Ayat ini merupakan salah satu bukti kuasa Allah. Penekanan ayat ini bukan pada anugerh-Nya, tetapi pada pembuktian betapa kekuasaan hanya dalam genggamantangan Allah semata.
Ketika ayat ini menyatakan bhwa Allah yang memudahkan burung terbang dan tidak ada yang menahnnya selain Allah, kemudahan dan penahan itu bersumber dari-Nya dengan menganugerahkan kepada burung potensi tersebut serta menciptakan hukum-hukum yang sesuai bagi burung untuk dapat terbang.
AYAT 80
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa) nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)”.
Kini disebut anugerah lain yang merupakan nikmat material, yakni salah satu dari tiga pokok kebutuhan manusia. Kini dibicarakan hewan ternak yang berkeliaran di darat. Ayat ini mengingatkan manusia tentang nikmat yang dapat diperolehnya dari binatang ternak itu dengan menyatakan dan di samping nikmay yang lalu.
AYAT 81
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya)”.
Kini disebut tempat tinggal yang lain dimana manusia dan bintang dapat menghuninya.
Ayat diatas tidak menyebut secara tersurat fungsi pakaian sebagai pemelihara dari sengatan dingin. Pada ayat ini disebut dua fungsi pakaian yaitu memlihara dari sengatan panas dan memlihara dari sengatan musuh.
AYAT 82-83
“Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”.
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir”.
Ayat ini melanjutkan guna mengingatkan semua pihak sambil menghibur Nabi Muhammad yang menghadapi penolakan kaumnya.
Thabathaba’I juga menegaskan bahwa nikmat dapat ditinjau dari dua sisi. Pertama, dari sisi kesesuaiannya dengan keadaan manusia yang memerolehnya sehingga berdampak kenyaman jasmani. Kedua dari sisi keberadaan manusia yang memerolehnya pada jalan yang sesuai dengan tuntutan agama dan yang mmengatur kepada kebahagiaan ruhani.
AYAT 84
“Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf”.
Ayat ini memperingatkan semua pihak tentang apa yang akan dialami oleh semua orang kafir.
AYAT 85
“Dan apabila orang-orang lalim telah menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh”.
Dinyatakan bahwa penyesalan itu tidak berguna sedikit pun. Karena itu, setelah ayat yang lalu menyatakan bahwa mereka tidak diberi ampun, ayat ini menegaskan bahwa mereka akan tetap disiksa. Kaum musyrikin itu tidak diberi ampun. Karena itu mereka diseret ke tempat penyiksaan.
AYAT 86-87-88
“Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata: "Ya Tuhan kami mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau". Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya kamu benar-benar orang-orang yang dusta".
“Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan”.
 “Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan”.
Ayat ini menyatakan bahwa siksaan yang akan mereka peroleh akan berbeda-beda sesuai dengan kedurhakaan masing-masing.
AYAT 89
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
Kesalahan mereka sudah sedemiakian jelas, Allah pun Maka kuasa secara langsung menjatuhkan siksa-Nya, tapi hal tersebut tidak dilakukan . ayat ini menjelaskan keadaan yang akan terjadi dan meminta Nabi Muhammad untuk mengingatkan hal tersebut.
Ayat ini menyatakan: kami mendatangkanmu sebagai saksi terhadap mereka dan dalam saat yang sama, Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab yang merupakan penjelasan menyangkut segala sesuatu dalam persoalan hidayat.

KELOMPOK 7
AYAT 90
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Ayat ini dinilai ayat paling sempurna dalam penjelasan segala aspek kebaikan dan keburukan. Allah berfirman sambil mengukuhkan dan menunjuk langsung diri-Nya dengan nama yang teragung guna menekankan pentingnya pesan-pesan-Nya.
Manusia dituntut untuk menegakkan keadilan walau terhadap keluarga, ibu, bapak dan dirinya bahkan terhadap musuhnya sekali pun.
AYAT 91
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”
Jika demikian itu kanungan kitab suci ini laksanaknlah apa yang Allah perintahkan, jauhilah apa yang dilarang-Nya, dan tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji…
Ayat ini tidak bertentangan dengan sabda Rasul yang menyatakan bahwa: Sesungguhnya aku, insya Allah, tidak bersumpah dengan suatu sumpah-lalu melihat ada yang lebih baik darinya- kecuali melakukan yang lebih baik dan membatalkan sumpahku dengan membayar kafarah (HR. Bukhari dan Muslim)
AYAT 92
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu”.
Ayat ini melarang secara tegas membatalkannya sambil mengilustrasikan keburukan pembatalan itu. Pengilustrasian ini merupakan salah satu bentuk penekanan. Memang, penegasan tentang perlunya menepati janji merupakan sendi utama tegaknya masyarakat karena itulah yang memlihara kepercayaan berinteraksi dengan anggota masyarakat. Bila kepercayaan itu hilang, bahkan memudar, akan lahir kecurigaan yang merupakan benih kehancuran masyarakat.
AYAT 93
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu”.
Dapat dikatakan bahwa mengembalikan putusan ke hari kiamat bukanlah karena kelemahan Allah memutuskan atau menghindarkan perselisihan dalam hidup dunia ini.
AYAT 94
“Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karenamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah: dan bagimu azab yang besar”.
Ayat ini adalah larangan menjadikan sumpah sebagai alat dan penyebab kerusakan hubungan.
Banyak ulama yang memahami ayat di atas sebagai larangan kepada kaum muslimin untuk membatalkan baiat /janji setia yang telah mereka berikan kepada nabi. Dengan demikian, menghalangi di jalan Allah mereka pahami dalam arti menghalangi orang lain memeluk Islam.
AYAT 95-96
“Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Pengkhianatan berbagai bentuk. Ibn Asyur memahami ayat ini sebagai larangan membatalkan tekad mempertahankan keislaman; apalagi dengan memluk ilsam ketika itu mereka kehilangan banyak manfaat yang dapat mereka raih dari kaum musyrikin.
AYAT 97
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Ayat ini menampilkan prinsip yang menjadi dasar bagi pelaksanaan janji adan ancaman itu. Prinsip tersebut berdasar keadilan, tanpa membedakan sesorang dengan yang lain kecuali atas dasar pengabdiannya.
Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menekankan persamaan antara pria dan wanita.

KELOMPOK 8
AYAT 98
“Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk”.
Berbicara tentang al-Quran, tuduhan kaum musyrikin dan bantahan terhadap ucapan-ucapan mereka tentang kitab suci ini. Disini diperintahkan untuk membaca dan memelajari. Tetapi karena setan selalu menghalangi manusia dari kebajikan, termasuk membaca dan memelajari al-Quran, ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad dan tentu lebih-lebih umatnya agar membacanya sambil memohon perlindungan dari godaan syetan.
Ayat ini menganjurkan bukan mewajibkan kita sebelum membaca al-Quran hendaknya berta’awudz terlebih dulu.
AYAT 99-100
“Sesungguhnya setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya”.
“Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah”.
Ayat menjelaskan mengapa harus memohon perlindungan Allah dari godaan syetan. Seakan-akan ayat ini menyatakan jangan khawatirkan godaan setan selama engkau berlindung dan berserah diri pada Allah.
Dari ayat ini juga dapat dipahami bahwa permohonan perlindungan yang diperintahkan sebelum ini mengandung makna pemantapan iman dan penyerahan diri pada-Nya, kalau enggan berkata permohonan tersebut identik dengan iman dan tawakal.
AYAT 101-102
“Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui”.
“Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur'an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Ayat ini menekankan bahwa al-Quran bukan bersumber dari malaikat suci, bukan juga dari manusia, tetapi ia bersumber dari Tuhan Pemelihara da Pembimbingmu, wahai Nabi Muhammad.
Kaum musyrikin berkata bahwa ayat ringan menunjukkan kelemahlemnutan dan kasih saying, dan ayat berat menunjukkan ketegasan dan kekerasan.
AYAT 103-105
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa Ajam, sedang Al Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang”.
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al Qur'an) Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih”.
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”.
Ayat ini membuktikan lebih jauh kemustahilan Nabi Muhammad berbohong.
Ayat ini tidak menjelaskan siapa yang mereka duga mengajarkan al-Quran kepada Nabi, tetapi sekedar menyatakan bahwa dia aalah seorang manusia.

KELOMPOK 9
AYAT 106-107
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”.
“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir”.
Berbicara  tentang kelompok kafir yang lebih buruk dari yang semula dibicarakan oleh kelompok yang lau serta lawan-lawan mereka.
Ulama menyebutkan ayat ini turun berkenaan dengan kasus Ammar Ibn Yasir dan kedua orang tuanya, yaitu Sumayyah dan Yasir.
Ayat ini menjadi dalil tentang bolehnya mengucapkan kalimat0kalimat kufur atau perbuatan yang mengandung makna kekufuran seperti sujud kepada berhala saat seseorang dalam keadaan terpaksa walaupun, meurut sementara ulama, menyatakan dengan tegas keyakinan justru lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh kedua orangtua Ammar itu.
AYAT 108-109
“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai”.
“Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi”.
Ayat ini menjelaskan lebih jauh keadaan mereka yang tidak mendapat petunjuk itu atau menjelaskan dampak dari ketiadaan petunjuk Allah bagi mereka.
Ayat ini mengandung makna bahwa mereka yang mengutamakan kehidupan dunia atas akhirat, yakni mengorbankan akhiratnya untuk dunianya, adalah orang-orang rugi dan celaka.
AYAT 110
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat ini berbicara tentang kelompok lain dari kaum muslimin yang juga mengalami penganiyayaan dan penindasan, tetapi mereka berhijrah, setelah ayat yang lalu menguraikan keadaan mereka yang tidak mampu berhijrah dan terpaksa mengucapkan kalimat kufur.
Ayat ini turun berkenaan dengan sejumlah kaum muslimin yang dianiaya seperti halnya Ammar Ibn Yasir sehingga mereka terpaksa mengucapkan kalimat kufur, lalu setelah itu berhasil mengungsi dengan berhijrah dari Mekkah.
Yang dimaksud oleh ayat an-Nahl ini adalah aneka siksaan yang berulang-ulang dihadapi oleh kaum muslimin ketika mereka berdada di Mekkah.
AYAT 111
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan)”.
Ayat ini dapat dihubungkan dengan akhir ayat yang lalu yang menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, yakni Pengampunan dari rahmat Allah itu akan mereka peroleh pada hari dimana setiap diri datang untuk membela dirinya…

KELOMPOK 10
AYAT 112
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.
Ayat ini kembali berbicara dan berhubungan dengan dua perumpamaan yang disebut sebelum ini (ayat 75 dan 76). Thahir Ibn Syuura menulis bahwa ini adalah nasihat dan peringatan menyusul nasihat dan peringatan sebelumnya,. Ayat ini mengancam dengan siksa duniawi dengan memberi contoh keadaan satu negeri yang menjadi buah bibir karena bencana yang menimpa mereka.

AYAT 113
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim”.
Ayat ini dapat juga dipahami sebagai mengisyaratkan kenikmatan material dan spiritual yang harus diraih oleh satu masyarakat yang mendambakan kesejahteraan.
AYAT 114
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah”.
Ayat ini memrintahkan untuk memakan yang halal lagi baik. Surah AlBaqarah :168, penulis mengemukakan bahwa makanan yang halal otomatis baik.
AYAT 115
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat ini mengharamkan unttuk memakan bangkai. Islm mengharamkan bangkai karena bintang yang mati akibat faktor ketuaan atau mati karena terjangkit penyakit pada dasarnya mati karena zat beracun sehinnga bila dikonsumsi oleh manusia sangat mungkin mengakibatkan keracunan.
AYAT 116-117
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.
“(Itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih”.
Kini ditegaskan larangan mengada-adakan atas nama Allah.
Ayat ini merupakan peringtan keras kepada setip orang, termasuk kaum muslimin, untuk tidak menetapkan hukum atau menyampaikan jawaban bila ia tidak benar-benar mengetahui.
AYAT 118
“Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”.
Disini dijelaskan nikmat-Nya yang lain dengan membandingkan nikmat Ilahi itu dengan apa yang dialami oleh orang-orang Yahudi. Ayat ini memberikan jawaban, sebenarnya makanan itu tadinya bukan yang Kami haramkan but mereka, tetapi disebabkan kedurhakaan mereka maka Kami mengharamkan-Nya.
AYAT 119
“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya); sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat ini melanjutkan uraian tentang nikamt-nikmat Allah dan yang kali ini lebih besar dari yang sebelumnya. Ayat ini menghapus kerisauan dengan menyatakan bahwa …
Ayat di atas mengisyaratkan adanya perbaikan diri setelah bertaubat.

KELOMPOK 11
AYAT 120-122
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),
(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus”.
“Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh”.
Kelompok ayat ini dihidangkan untuk menjelaskan kepada kaum muslimin keutamaan agama Islam yang mereka anut setelah ayat sebelumnya menyampaikan anugerah pengampunan Allah kepada mereka.
Thabathaba’I berpendapat bahwa ayat-ayat ini merupakan perincian terhadap apa yang diuraikan sebelumnya yang membatasi keharaman makanan pada empat hal yang disebut ayat yang lalu. Seakan-akan ayat ini menyatakan: Itulah keadaan agama Musa.
Ayat ini menyebut nabi Ibrahim kiranya mereka mengikut beliau dalam akidah tauhid serta kecenderungan kepada kebenaran, kalau memang mereka adalah orang yang bermaksud mengikuti haq dan meneladani leluhur.

AYAT 123
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.
Dijelaskan kesinambungan keagungan itu walau setelah ribuan tahun dari kehadiran beliau dipentas bumi ini. Terbukti bahwa jaran yang beliau sampaikan masih terus diperintahkan dan dilestarikan melalui manusia teragung, yakni Nabi Muhammad.
Dari kedua gabungan ayat di atas (120 dan 123) dapat dipahami bahwa kemusyrikan tidak pernah menyentuh Nabi Ibrahim pada masa lalu, dan hal itu bersinambung terus-menerus dan bahwa kemusyrikan tidak menyentuh, bahkan sangat jauh dari kepribadian beliau sebagaimnan pada ayat 123 ini.
Dapat juga ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhmmad yang pada dasarnya mengikuti ajaran nabi Ibrahim adalah ajaran yang benar-benar bersih lagi suci dari segala bentuk kemusyrikan.
AYAT 124
“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu”.
Ayat di atas menyatakan bahwa pengagungan hari Jumat dalam ajaran Islam dan bukan hari Sabtu sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Nabi Ibrahim seperti yang ikatakan orang Yahudi.
Ayat ini dijelaskan maknanya oleh nabi yang bersabda: “ Kitalah kelompok terakhir tetapi paling depan di hari kemudian, kendati mereka (orang yahudi dan Nasrani) menerima kitab sebelum kita dan kita menerima sesudah mereka.
Ayat ini menurutnya bertujuan membantah penganut agama Yahudi yang mengklaim bahwa mereka adalah pengikut nabi Ibrahim karena penetapan hari Sabtu adalah ketetapan baru yang belum dikenal pada masa Nabi Ibrahim.
AYAT 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Nabi Muhammad yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim, kini diperintahkan lagi untuk  mengajak siapa pun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran Bapak para Nabi dan Pengumandang tauhid itu.
Ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah, pertama terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi menggunakan al-hikmah. Kedua terhadap kaum awam dengan metode ma’izhah. Ketiga terhadap ahl kitab dang penganut agama lain dengan metode Jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik.
AYAT 126-128
‘Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”.
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”.
Ayat ini memberi pengajaran bagaimana seharusnya membalas jika kondisi telah mencapai tingkat pembalasan. Sementara ulama berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan denagn gugurnya paman nabi, Hamzah Ibn ‘Abdul Muthalib dalam perang Uhud dan dalam keadaan yang sangat mengenaskan.
Ayat-ayat di atas seakan-akan berpesan kepada nabi Muhammas bahwa: Wahai nabi, engkau adalah pemimpin para muhsinin sehingga Allah pasti bersamamu. Dengan demikian, engkau akan meraih kemenangan dan kekalahan akan diderita musuh-musuhmu.
Demikian bertemu pesan awal ayat pada surah ini dengan kandungan pesan penutupnya.
Wallahu ‘alam….


Tidak ada komentar :

Posting Komentar